Page 110 - Layla Majnun
P. 110
“Tak dapatkah Ayah melihat bahwa aku telah melupakan masa
laluku? Halaman demi halaman kenanganku telah kosong, kata demi
kata yang tertera telah dihapuskan. Aku bukan lagi aku yang dulu. Jika Ayah
memintaku untuk bercerita tentang apa yang telah terjadi, aku tak bisa
menceritakannya karena aku sudah tak ingat lagi. Yang kutahu hanyalah
bahwa Ayah adalah ayahku, dan aku adalah putra ayah. Aku bahkan tak
ingat nama ayah…….”
Kata-katanya memudar dan untuk beberapa saat ia hilang dalam
pikirannya. Kini, untuk pertama kali dalam hidupnya, ia paham betul apa
yang telah digariskan takdir kepadanya. Ia melanjutkan, “Memang benar,
Ayahku tersayang, Ayah adalah sosok asing bagiku, tapi jangan bersedih
atau terkejut dengan kenyataan ini. Karena bagi diriku sendiri, aku adalah
sosok asing: aku tak lagi mengenal diriku. Aku terus bertanya kepada
diriku sendiri, ‘Siapa kau? Siapa namamu? Apakah kau sedang jatuh cinta,
dan jika benar demikian, dengan siapa kau jatuh cinta? Apakah kau dicintai,
jika benar, oleh siapa?’ Api menyala dalam jiwaku, api yang begitu panas
sehingga membakar habis keberadaanku dan menjadikannya abu. Dan
kini aku tersesat di alam liar ini atas keinginanku sendiri.”
“Tidakkah Ayah lihat bahwa aku telah menjadi liar seperti seke-
lilingku, sebuas makhluk buas yang Ayah lihat di sini? Bagaimana mungkin
aku dapat kembali ke dunia nyata? Aku bagaikan makhluk asing bagi
mereka, dan dunia mereka sangat asing bagiku. Jangan paksa aku untuk
kembali, ayah, karena hal itu takkan ada gunanya.Aku hanya akan men-
jadi beban bagimu dan bahaya bagi lainnya. Di sinilah tempatku, aku tak
membahayakan siapa pun di tempat ini.
“Andai saja Ayah dapat melupakan keberadaanku! Andai saja
Ayah dapat menghapusku dari kenangan Ayah dan melupakan bahwa
Ayah pernah memiliki seorang putra! Andai saja Ayah bisa menguburku
di sini dan berpikir: ‘Di sini terbaring seorang pria bodoh yang malang,
si pemabuk yang dirasuki oleh iblis yang telah mendapatkan benih yang
telah disemainya dan menerima apa yang pantas diterimanya.
“Ayahku tersayang, Ayah berkata bahwa matahari Ayah akan ter-
benam dan Ayah akan segera pergi, dan karena itulah Ayah datang untuk