Page 107 - Layla Majnun
P. 107

jatuhkan dirinya di kedua tangan pria tua itu dan mulai menangis tak ter-
              kontrol. Si tua Sayyid mencium pipi putranya dan menekannya begitu
              keras ke dadanya hingga jantungnya nyaris meledak. Selama beberapa
              menit yang penuh airmata, mereka saling berpelukan.
                     Ketika mereka telah mendapatkan ketenangan kembali, si tua
              Sayyid mengambil jubah sutera terhalus dari tasnya, sepasang sepatu
              kulit dan sorban seputih damas. Baginya tidaklah pantas bagi putranya
              untuk berjalan kesana kemari bagaikan mayat hidup, bagaikan mayat
              yang dibangkitkan kembali saat hari kiamat dalam keadaan telanjang.
              Ia jelas harus melakukan sesuatu. Majnun sama sekali tak peduli dengan
              pakaiannya, namun demi menghormati ayahnya, ia mengenakan pakai-
              an tersebut.
                     Lalu si tua Sayyid mendudukkan putranya dan mulai berbicara
              dengannya dengan tegas namun halus.
                     “Putraku tersayang!” katanya, “Tempat apa yang kau jadikan
              sebagai tempat tinggalmu ini? Apakah kau benar-benar telah memilih
              neraka ini sebagai tempat persembunyianmu? Beginikah caramu meminta
              sang takdir untuk menghabisimu, untuk menyerahkan tubuhmu kepada
              hewan buas saat kau telah mati sehingga mereka dapat memilih-milih
              tulang belulangmu dan menikmati dagingmu?
                     “Kumohon kepadamu, ayo keluar dari tempat ini selagi masih
              ada waktu. Bahkan anjing-anjing kota pun memiliki kehidupan yang lebih
              baik darimu.
                     “Kau telah datang dari jauh hanya untuk mendapatkan sesuatu yang
              sangat kecil, benarkah demikian? Percayalah, tindakanmu melarikan
              diri itu takkan menyelesaikan apapun; teruslah berlari hingga di hari kau
              mati dan kau tetap takkan menemukan apapun. Apa gunanya semua
              penderitaan ini? Apa gunanya? Takkan membantu siapapun bukan? Apa-
              kah kau benar-benar ingin menghancurkan dirimu?”
                     “Kau harus mencoba untuk mengatasi rasa sakitmu; jika tidak,
              ia akan menghabisimu. Kesedihan itu akan menelanmu bulat-bulat, karena
              kau hanyalah manusia biasa.
   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112