Page 133 - Layla Majnun
P. 133

sihir. Bagaimana bisa benih-benih ketidakberuntungan tumbuh di tanah
              yang seindah surga itu?
                     Takdir juga telah merasa lelah akan penderitaan Majnun sehing-
              ga Ia memberikannya kebahagiaan demi kebahagiaan. Tapi apakah se-
              muanya telah terlambat?
                     Majnun sedang duduk-duduk di lereng gunung, di salah satu
              tempat persembunyiannya yang dikelilingi oleh bebatuan sebagai perlin-
              dungan. Seperti biasa, teman-teman hewannya berada di dekatnya, be-
              berapa tertidur, sementara beberapa lagi menjaganya.
                     Tiba-tiba saja, ia melihat kepulan debu di dasar lembah. Kepulan
              debu itu berwarna keunguan di sinar pagi yang kekuningan, ia berputar-
              putar saat beranjak naik. Perlahan ia bergerak mendekat, begitu dekatnya
              hingga tampak bagaikan kerudung yang menutupi wajah seorang wanita.
              Dan saat Majnun merasa ingin melihat wajah di balik kerudung itu, ia me-
              nyadari bahwa kepulan debu itu menyembunyikan seorang pengendara
              yang bergerak bagaikan angin.
                     “Siapakah ia dan apakah yang diinginkannya?” pikir Majnun.
              “Tak ada perkemahan ataupun rombongan karavan sejauh bermil-mil,
              jadi apa yang dilakukannya di sini?” Sangatlah jelas bahwa si pengendara
              itu mencari Majnun. Majnun berdiri dan jantungnya berdegup kencang.
              Apakah ia si pengendara unta yang berjubah hitam yang membawakannya
              berita pernikahan Layla dengan Ibn Salam?
                     Sang pengendara menarik tali kekang kudanya dan turun, menaiki
              jalan terjal bebatuan dengan kesulitan, dan Majnun dapat melihat bahwa
              si pengendara adalah seorang pria tua dan wajahnya tak ia kenali.
                     Majnun mengangkat tangannya untuk menenangkan hewan-
              hewan itu, yang telah mulai menggeram. Lalu ia melangkah ke depan
              untuk menyambut sang tamu.
                     Dengan ramah, Majnun berkata, “Tuan yang terhormat, seper-
              tinya Anda telah tersesat. Katakan, ke mana seharusnya Anda pergi?
              Atau mungkinkah Anda datang kemari untuk menemui saya? Tidak,
              sepertinya tidak demikian, karena kita berdua tidak saling mengenal. Saya
              menyukai wajah Anda namun hewan-hewan saya tidak menyukai Anda.
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138