Page 20 - Layla Majnun
P. 20
di mana ia tak lagi memperhatikan ucapan semua orang; ia sudah tak
peduli lagi. Hanya kata ‘Layla-lah’ yang berarti baginya saat ini; ketika
orang membicarakan hal-hal lain, ia akan menutup kedua telinganya dan
tak mengucapkan sepatah kata pun.
Suatu hari ia berjalan seolah tak sadarkan diri; keesokan harinya
ia bertingkah bak seorang pemabuk, berjalan terseok-seok, menangis
terisak-isak dan merintih-rintih. Bait demi bait sajak mengalir dari bibir-
nya; ketika sajak itu terhenti, pesan-pesan mulai disampaikan. Ia memang-
gil angin timur untuk menyampaikan pesan kepada Layla, di mana suku-
nya telah membangun perkemahan di Pegunungan Najd.
“Angin timur, cepatlah kau bergerak dan kau akan menemukan-
nya di sana,” katanya. “Belailah rambutnya dengan halus dan bisikkan
di telinganya, katakan, ‘Seseorang yang telah mengorbankan segalanya
untukmu menyampaikan salam dari jauh. Kirimkan kecupan melalui angin
untuk memberitahunya bahwa kau masih memikirkannya.’”
“Oh Cintaku, andai saja aku tak memberikan jiwaku kepadamu,
maka akan lebih baik jika aku kehilangan jiwaku untuk selamanya, demi
kebaikanku. Aku terbakar dalam api cinta; dan aku tenggelam dalam air-
mata kepedihan. Bahkan matahari yang menyinari bumi tak dapat mera-
sakan besarnya hasratku. Aku adalah ngengat yang beterbangan di tengah
malam untuk mencari sinar lilin. Oh lilin jiwaku yang tak kelihatan, jangan
siksa aku saat aku terbang mengelilingimu! Kau telah menyihirku, kau telah
mencuri tidurku, akal sehatku, dan juga keberadaanku.
“Kau adalah penyebab dari sakit hatiku, namun demikian cintaku
kepadamu adalah satu-satunya pelipur laraku, satu-satunya penyembuh
lukaku. Betapa anehnya, sebuah obat yang tidak menyembuhkan namun
justru memberikan rasa sakit yang jauh lebih besar! Andai saja kau dapat
memberikanku pertanda! Andai saja angin dapat menyentuh bibirmu dan
membawa kecupanmu kepadaku, tapi itu berarti aku berhak untuk men-
cemburui sang angin dan aku akan malu karena telah memintanya me-
lakukan itu.
“Roh jahat telah memisahkan kita. Takdir telah mengucapkan
mantra jahatnya dan menjatuhkan cangkir dari tanganku: anggur itu