Page 21 - Layla Majnun
P. 21
telah tumpah dan aku tersiksa oleh dahaga. Dan kini takdir mencemooh-
ku saat aku terkapar tak berdaya. Ya, aku memang salah seorang yang
terkena kutukan roh jahat, takdir, atau apapun sebutanmu untuknya.
Siapa yang takkan takut dengan musuh seperti itu? Semua orang ber-
usaha untuk melindungi diri mereka dari roh jahat dengan mengenakan
jimat biru; bahkan matahari yang takut akan kegelapan pun mengena-
kan selubung langit biru untuk mengusir roh jahat. Aku tidak mengena-
kan jimat, karena itulah aku kehilangan segalanya. Jika ini bukan hasil karya
sang takdir, lalu hasil karya siapa? Dan jika memang hasil karya sang
takdir, maka aku memiliki begitu banyak alasan untuk merasa takut.
Dan juga menjadi gila… ”
Layla adalah sinaran matahari; Majnun adalah sebuah lilin yang
perlahan membakar habis dirinya dengan api hasrat di hadapan
gadis itu.
Keindahan Layla bak taman bunga mawar; Majnun bagaikan
menara api yang menyala dengan kerinduan.
Layla menebarkan benih-benih cinta; Majnun menyiraminya dengan
airmatanya.
Layla adalah kecantikan yang seolah berasal dari dunia lain;
Majnun adalah lentera yang menyala terang dan membawanya
pergi dari dunianya menuju dunia yang penuh laki-laki.
Layla bak bunga melati yang bermekaran di musim semi; sementara
Majnun adalah dataran musim gugur, dimana tak ada bunga melati
yang tumbuh.
Matahari menyingsing dan memberikan warna keemasan di bumi,
menaburkannya ke langit dan melenyapkan semua bintang.
Kini Majnun muncul dengan teman-temannya di sisinya di dekat
tenda kekasihnya. Ia mengambil risiko besar; tak pernah sebelumnya
ia bergerak sejauh ini tanpa kegelapan malam menyelubunginya. Namun
kesabarannya telah habis dan ia tak lagi sanggup menghadapinya. Hati-
nya luluh untuk Layla; sebelum seluruh hatinya hancur, ia harus bertemu