Page 24 - Layla Majnun
P. 24
dia! Itu si Majnun, si gila yang dulu dikenal sebagai Qays! Itu dia si bodoh
yang menimbun terlalu banyak rasa malu dan cela pada dirinya dan juga
sukunya!”
Hal itu memang benar: tak ada seorang pun anggota sukunya
yang tidak merasa malu akan tingkah laku Majnun. Mereka telah mela-
kukan segala cara untuk menyadarkannya, membantunya dan juga mence-
gah terjadinya hal-hal buruk. Namun bagaimana caranya agar dapat
menasihati seseorang yang telah terbakar oleh api? Bagaimana caranya
menghentikan airmata yang begitu derasnya hanya dengan kata-kata?
Meskipun mereka telah mencoba segala cara, namun masyarakat di suku
itu tahu betul bahwa situasi itu tak dapat dibiarkan begitu saja. Kondisi
kejiwaan Majnun, reputasi keluarganya, kehormatan seluruh suku – semua-
nya kini dipertaruhkan. Tidak dapatkah ayah Majnun, Sayyid, melakukan
sesuatu? Bagaimanapun juga ia adalah pemimpin suku Banu Amir, dan
jika ada seseorang yang harus melakukan sesuatu yang positif, maka ialah
orang itu.
Namun demikian, Sayyid, seperti halnya semua orang di sekitar-
nya, tak dapat berbuat apa-apa. Siapa yang dapat memutar balik waktu
dan mengubah jalannya takdir? Lagipula, kini ia hanyalah seorang pria
tua, bebannya selama bertahun-tahun semakin besar dengan kegilaan
putranya. Satu-satunya hal yang dapat dilakukannya hanyalah berdoa
bahwa Majnun akan sadar dan kembali menjadi Qays.
Namun kondisi putranya tak jua membaik, dan Majnun tetap
menjadi Majnun. Keadaannya berubah dari buruk menjadi semakin buruk
–begitu buruknya keadaannya hingga ayahnya tergerak untuk mengada-
kan pertemuan dengan para tetua suku untuk membicarakan serta men-
cari pemecahan masalah tersebut. Para penasihat suku berkumpul di
tendanya, Sayyid meminta mereka semua untuk mengatakan apa saja
yang mereka ketahui. Satu persatu mereka maju ke depan dengan cerita-
cerita mereka tentang Qays (Majnun) dan kegilaannya, setiap cerita terde-
ngar lebih mengerikan dari sebelumnya. Hati Sayyid terasa semakin berat
dengan setiap saat yang berlalu. Akhirnya, setelah mendengar cerita
demi cerita itu, ia berkata, “Tampak jelas bahwa putraku telah kehilangan