Page 29 - Layla Majnun
P. 29

diri, carilah pasangan hidup yang pantas untukmu. Lupakan saja Layla.
              Lepaskan ia!”
                     Majnun sadar bahwa maksud teman-temannya baik, namun
              mereka tak mengetahui seberapa besar sesungguhnya cintanya untuk
              Layla: mereka-mereka yang tak pernah merasakan rasa sakit seperti ini
              takkan dapat memahaminya, apalagi menasihatinya. Ucapan-ucapan
              mereka tidak memadamkan api cinta Majnun namun justru semakin mem-
              perbesar nyala api itu, dan ketika mereka telah selesai menasihatinya,
              lautan api itu menyala jauh lebih besar dari sebelumnya.
                     Keputusasaan Majnun kini semakin besar dari sebelumnya. Tak
              ada seorang pun yang dapat menghiburnya: tak ada seorangpun yang
              dapat melakukan sesuatu untuk mengurangi rasa pedihnya, kepedihan
              yang telah membuat hari-harinya gelap untuk selamanya. Ia tak dapat
              tidur maupun makan: sebagian besar waktunya digunakan untuk berjalan
              tak tentu arah dalam keadaan linglung, kadangkala ia bahkan menunjuk-
              kan kepedihannya dengan memukul-mukul wajahnya dan merobek jubah-
              nya. Majnun tak lagi memiliki tempat tinggal, ia mengasingkan diri dari
              tanah penuh kegembiraan dan menjadi orang yang berkabung di tanah
              kesedihan.
                     Pada akhirnya, Majnun tak lagi dapat bergaul dengan siapapun.
              Karena itulah ia meninggalkan orangtuanya, keluarganya serta teman-
              temannya dan melarikan diri ke tengah gurun, tanpa mengetahui ke
              mana arah tujuannya dan apa yang akan dilakukannya. Sambil menangis
              ia berucap, “Tak ada kekuatan yang melebihi kekuatan Allah”, ia terseok-
              seok di lorong dan melewati kedai-kedai pasar, menyerahkan dirinya pada
              belas kasih Allah dan gurun pasir.
                     Majnun tak lagi dapat membedakan antara baik dengan buruk:
              baginya apa yang baik dan apa yang salah tak lagi ia ketahui. Ia adalah
              seorang pecinta, dan cinta tak mengenal batasan. Ia berlari, airmata mem-
              basahi matanya sambil berteriak-teriak menyebut “Layla! Layla!” Ia
              tak mempedulikan tatapan mata serta tudingan jari yang tertuju ke arah-
              nya; ia memang tak melihat mereka, dan juga tak mendengar teriakan
              serta cemooh mereka. Orang-orang mulai mengikutinya, merasa tertarik
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34