Page 89 - Layla Majnun
P. 89
“Lihat apa jadinya diriku! Aku mendapatkan hukuman karena
aku telah membuatmu dan sukumu menderita di tangan Nowfal. Untuk
menebus dosaku, aku telah membuang kebebasanku dan di sinilah aku ber-
diri, terikat oleh rantai, menunggu saatnya untuk dihukum. Aku tahu aku
telah berbuat salah, aku tahu beban dosaku terlalu besar hingga aku takkan
mungkin bisa dimaafkan.”
“Aku adalah tawananmu; dan kau harus menjadi hakimku. Hukum-
lah aku jika itu maumu; hukum aku dengan hukuman yang paling menya-
kitkan.”
“Akulah yang patut dipersalahkan atas penderitaan yang telah
dialami oleh dirimu dan sukumu; semuanya adalah salahku. Tidakkah kau
berpikir bahwa aku mengetahuinya? Tak dapatkah kau melihat bahwa
karena alasan itulah aku dirantai, dibatasi dan dipukuli hingga lebam-lebam?
Aku telah mengakui tindakan jahatku dan kini aku dirantai agar aku men-
dapatkan penderitaan darimu. Jadi penjarakanlah aku, siksalah aku, bunuh
aku jika memang kau harus melakukannya –tapi kumohon jangan tolak
aku!”
“Aku hidup hanya untuk mendapatkan sambutanmu, tapi tak
kunjung datang kepadaku. Aku hidup hanya untuk merasakan belaian ta-
nganmu di wajahku, tapi kau selalu tak dapat kugapai. Namun kini – kini
saat hidupku telah berakhir – aku merasa masih ada harapan!”
“Mungkin saat kau membunuhku dengan panahmu, kau akan me-
lihatku! Mungkin kau akan menyentuhku, meskipun hanya untuk mem-
buka kerah leherku sebelum kau memotong kepalaku dari tubuhku dengan
pedang! Aku tak takut menghadapi kematian: apa yang harus kutakuti
jika kaulah yang akan mengambil nyawaku? Untuk apa aku gemetar jika
pedangmulah yang akan memotong leherku?”
“Hatiku bagaikan lilin: jika dipotong sumbunya, maka akan sema-
kin terang nyalanya! Di masa hidupku, semua jalan yang menuju dirimu
ditutup, jadi mengapa aku tidak merengkuh kematian dengan ikhlas? Ayo-
lah, selamatkan dirimu dariku dan aku dari diriku sendiri, dan biarkan aku
beristirahat dengan ketenangan abadi di kakimu.”