Page 221 - Bahtera_Sebelum_Nabi_Nuh_Kisah_Menakjubkan_tentang_Misteri_Bencana
P. 221
Dr. Irving Finkel
dua orang pendayung berdiri pada sisi yang berlawanan;
perahu yang terbesar membutuhkan satu kru yang terdiri
dari empat pendayung … Dayung yang digunakan ketika
itu panjangnya 5–6 kaki, dengan kepala dayung pendek,
bundar atau segi panjang, dipakukan pada ujung luarnya.
Dayung itu tidak sama dengan ‘dayung’ yang ditempatkan
pada penjepit dayung seperti yang terlihat pada ukiran
timbul quffa Assyria pada masa Sennacherib [lihat Pl …]
Hornell 1946: 104
Dalam kondisi banjir, Bahtera Atra-hasīs hanya punya satu tugas:
tetap mengambang dan melindungi isinya, tetapi barangkali
coracle raksasa mana pun harus memiliki galah besarnya juga.
Oleh karena itu “takal” bisa jadi pengunci yang sesuai untuk
menjaga galah tetap berada di tempatnya dan tidak hanyut
(seperti yang saya tahu dayung bisa juga digunakan untuk itu).
Galah itu, jika bukan untuk mengendalikan, mungkin bisa untuk
mencegah perahu itu berputar-putar, dan kita tahu dari Tablet
X bahwa sosok seperti Gilgamesh dapat menangani galah parrisu
berukuran tiga puluh meter hingga hampir tiga ratus jumlahnya
bila diperlukan. Sumbat-sumbat air itu juga disebutkan dalam
Tablet Bahtera 47, dan kadang-kadang diduga sebagai sumbat
lambung kapal.
Proses pemasangan atap pada Bahtera Bundar dengan segala
implikasi dan asosiasinya mengingatkan penyair terdahulu pada
Apsû, air di dunia bawah, dan gagasan itu diperjelas:
Tutupi perahu itu dengan atap, seperti Apsû.
Atrahasis Babilonia Kuno: 29; Gilgamesh XI: 705
http://facebook.com/indonesiapustaka beri dia atap dengan penutup yang kuat’, karena pembicaraan di
Tablet Nippur Babilonia Madya, sebaliknya, mengatakan, ‘…
sana berkaitan dengan bahtera makurkurru
yang tidak bundar,
kosmis tidak berlaku. Namun, penyebutan
dan metafora Apsû
tentang atap tidaklah integral dalam semua versi Babilonia Kuno,
karena, seperti yang sudah kita lihat, juru tulis di balik Tablet
210

