Page 426 - My FlipBook
P. 426

Bagian Kempat



                   Berdasarkan  pada  keyakinan  bahwa  agama-agama  tersebut  berasal  dari
            sumber yang satu, dan semua Nabi dan Rasul membawa ajaran yang sama, yaitu
            Islam (pasrah kepada Tuhan) maka, semua umat pengikut mereka adalah umat
            yang  satu,  tunggal  (ummatan  wâhidah).  Konstruksi  Islam  inklusif  di  atas
            setidaknya dijustifikasi oleh Cak Nur dengan mengandaikan “esoterisme” sebagai
            “kalimatun sawa’”, dan “eksoterisme” sebagai “al-Islâm al-khâsh” (Islam par-
            excellent) yang diklaim sebagai pandangan teologis Ibnu Taymiyah.

                   Konsep  kesatuan  dasar  ajaran,  menurut  Cak  Nur  membawa  kepada
            kesatuan umat beriman. Jika diteliti dengan seksama gagasan Cak Nur persis sama
            dengan kesimpulan seorang teolog liberal Proffesor John Hick berikut ini:

                         “…the term refers to a particular theory of the relation between these
                   traditions, with their different and competeting claims. This is the theory
                   that  the  great  world  religions  constitute  variant  conceptions  and
                   perceptions  of,  and  responses  to  the  one  ultimate,  mysterious  divine
                   reality.”  336
                   Dari  uraian  di  atas  dapat  dipahami  bahwa  klaim  kebenaran  pluralis ini
            memberikan afirmasi dan penegasn bahwa semua agama, yang teistik maupun
            yang  non-teistik  dapat  dianggap  sebagai  “ruang-ruang”  soteriologis
            (soteriological spaces) atau “jalan-jalan” soteriologis (soteriological ways) yang
            padanya  manusia  bisa  mendapatkan  keselamatan/  kebebasan  dan  pencerahan.
            Semuanya valid, karena pada dasarnya semuanya sama-sama merupakan bentuk-
            bentuk respon otentik yang berbeda dan beragam terhadap Hakekat ketuhanan
                                                 337
            (The Real) yang sama dan transenden.

            Latar Belakang & Sejarah Pluralisme Agama
                   Dari  perspektif  sejarah,  pada  abad  ke-18  M,  pluralisme  agama  dan
            dinamika pemikiran eropa berada fase pencerahan (enlightment period). Masa ini
            menjadi  titik  tolak  perubahan  fundamental  dalam  sejarah  pemikiran  manusia
            secara  global.  Ditandai  dengan  dominasi  dan  pemujaan  terhadap  akal  pikiran
            manusia, serta berlepas diri dari berbagai belenggu dogma keagamaan (Gereja)



            336  Dr. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama : Tinjauan Kritis (Jakarta: Perspektif, 2005),
            hal. 15
            337 Syamsul  Hidayat  (Ed),  Pemikiran  Muhammadiyah  :  Respon  Terhadap  Liberalisasi  Islam
            (Surkarta: Muhammadiyah University Press, 2005), hal. 322



            414
   421   422   423   424   425   426   427   428   429   430   431