Page 49 - Tata Kelola Pemilu di Indonesia
P. 49
mempengaruhi integritas penyelenggara Pemilu di semua tingkatan. Dalam
kondisi ini, penyelenggara Pemilu harus mampu bersikap mandiri, netral,
profesional serta mengedepankan objektivitas.
Landasan nilai Pemilu inklusif dapat direduksi dari prinsip bahwa hak pilih
bersifat universal (universal suffrage). Siapa saja yang memenuhi syarat
sesuai Undang-Undang Pemilu yang berlaku, dijamin dapat menggunakan
hak suaranya tanpa hambatan apapun. Dengan demikian isu Pemilu inklusif
menjadi jantung dari Pemilu berintegritas yang diwujudkan dalam bentuk
perlindungan terhadap hak-hak pemilih. Berikut ini lingkup kegiatan Pemilu
yang dapat dijadikan best practices (cerita baik) untuk menghasilkan Pemilu
inklusif adalah :
▪ Pendaftaran Pemilih: substansi pendaftaran pemilih adalah mewadahi
partisipasi pemilih sah pada saat pemberian suara (pencoblosan). Dalam
hal pengunaan hak suara, pemilih sah (eligible) harus didata berdasarkan
prinsip inklusi. Artinya, tidak boleh ada potensi penghilangan hak pilih.
Begitu pula, penetapan pemilih tetap (DPT) harus dilakukan secara
profesional dan tidak mengandung diskriminasi dalam bentuk apapun
(agama & kepercayaan, gender & sex, etnik & ras, daerah & wilayah).
Prinsip pemilih diperlakukan sama menjadi penting sebagai bagian untuk
menghasilkan Pemilu yang inklusif.
▪ Pencalonan: penyelenggara Pemilu wajib memfasilitasi dan melayani
Parpol dalam mengajukan nama-nama calon. Dalam hal ini,
penyelenggara Pemilu memberikan akses administrasi dan memberikan
masukan-masukan sesuai ketentuan yang berlaku secara seimbang dan
adil. Bentuk kongkret Pemilu inklusif dalam pencalonan adalah
pemberian kuota 30 persen bagi keterwakilan perempuan dalam daftar
calon yang diajukan Parpol di daerah pemilihan. Prinsip keterwakilan
perempuan dalam pencalonan merupakan implementasi Pemilu inklusif
dipandang dari aspek pemenuhan hak-hak representasi politik
perempuan dalam politik.
▪ Pembuatan daerah pemilihan: mengarah pada pembuatan daerah
pemilihan yang mengedepankan aspek proporsionalitas perwakilan yang
bersifat non diskriminatif. Dalam hal ini tidak boleh ada wilayah
BAB 2 – NILAI DAN ASAS PEMILU 33

