Page 178 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 178
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
Staf orang Indonesia di Lembaga Eijkman tidak dibawa
pergi, termasuk Mochtar. Mereka tetap bekerja setelah orang-
orang Belanda ditahan. Achmad Mochtar bahkan kemudian
diangkat menjadi Direktur Lembaga Eijkman menggantikan
Martens. Dikatakan Baird & Marzuki (ibid), tidak diketahui
keputusan ini dibuat oleh siapa. Sepertinya Jepang melakukannya
pada tahun 1943 bersamaan dengan pembukaan kembali
sekolah tinggi kedokteran (GHS) –sekaligus penggantian
namanya menjadi Ika Daigaku– dan penunjukan Achmad
Mochtar sebagai guru besar kemudian sebagai wakil dekan.
Perlakuan berbeda terjadi terhadap Lembaga Pasteur,
pusat riset kedokteran lain di Bandung. Setelah mengambil
dan menginternir semua pimpinan dan staf orang Belanda,
dan menyisakan staf Indonesia pada bagian-bagian yang tidak
penting, Pasteur sepenuhnya diambil alih dan dikendalikan oleh
Jepang di bawah Kedokteran Militer Angkatan Darat. Sepertinya
sejak awal Jepang memang sudah punya rencana rahasia dengan
Lembaga Pasteur; kuat dugaan belakangan seperti yang terjadi
dalam tragedi romusha Klender yang akan kita uraikan dalam
bagian berikutnya di buku ini.
Di pihak lain, tindakan Jepang dalam pengoperasian
rumah sakit umum pusat di Selemba, juga dengan cepat
berubah secara drastis. Tidak sampai setahun rumah sakit itu
dipimpin oleh duet Dr. Asikin dan Dr. Halim, Jepang mulai
“unjuk gigi”. Jepang mendatangkan serombongan tim dokter
ke RSUP, menempatkan salah seorang di antaranya di kamar
(kerja) Dr. Asikin untuk mengepalai rumah sakit tersebut.
149