Page 182 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 182
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
Sjaaf, Dr. Abdul Rachman Saleh yang menjadi sekretaris. Panitia
ini kemudian ditambah beberapa orang bekas mahasiswa GHS
dan NIAS (Surabaya) antara lain Koestedjo, Kaligis, Imam
Sudjudi, Soedewo, Ibrahim Irsan dan Abdul Hadi.
Singkat cerita, setelah mendapat persetujuan dari
pemerintah pendudukan Jepang, Lembaga Pendidikan Dokter
itu dibuka secara resmi pada tanggal 29 April 1943, bertepatan
dengan hari ulang tahun Tenno Heika, Kaisar Jepang, dengan
nama Djakarta Ika Daigaku atau Sekolah Tinggi Kedokteran
Jakarta. Dekannya seorang Jepang, yaitu Prof. Itagaki dan
dua profesor Jepang lagi sebagai maha guru. Dr. Achmad
Mochtar diangkat menjadi wakil dekan, kemudian ditetapkan
pula menjadi guru besar sehingga ia kini berhak menuliskan
namanya secara lengkap menjadi Prof. Dr. Achmad Mochtar.
Nama-nama panitia yang disebut juga menjadi pengajar yaitu
Dr. Asikin, Dr. R. Soemitro Dr. Hidayat, dan Dr. Zainal. Dua
orang di antaranya, yaitu Prof. Dr. Asikin Widjaja Koesoema,
dan Prof. Dr. R. Soemitro Hadibroto juga mendapat kedudukan
sebagai guru tinggi alias guru besar (Gunseikanbu: 304, 312).
Dengan kedudukan dan jabatan rangkap yang dipikulnya
sebagai Direktur Lembaga Eijkman dan Wakil Dekan merangkap
guru besar Ika Daigaku, maka boleh dikatakan Achmad
Mochtar sekarang telah mencapai puncak kariernya sekaligus
menempati posisi paling tinggi di antara koleganya. Bahkan
lebih tinggi dibandingkan Prof. Dr. Asikin, Prof. R. Soemitro,
dan Dr. Mohammad Sjaaf yang secara usia dan angkatan dalam
pendidikan adalah lebih senior dibandingkan Mochtar.
153