Page 186 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 186
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
13
Kolonel Nakayama, mengundang “Empat Serangkai” ke Hotel
Selabintana di Sukabumi, yang dirancang semacam acara “Week-
end”. Di sana dibicarakan usul Sukarno mengenai pendirian
organisasi pergerakan rakyat yang kemudian disepakati dengan
nama “Poesat Tenaga Rakyat” disingkat Poetra. Menurut Hatta
dalam memoirnya,
Sumobuco dengan tegas mengatakan, bahwa cita-cita itu
pada dasarnya baik. Tetapi di masa perang di waktu itu partai-
partai tidak dibolehkan. Dapat didirikan suatu pergerakan yang
membantu Pemerintah Militer Jepang di Jawa terbatas pada
daerah Jawa saja, jadi tidak dapat diadakan pergerakan yang
meliputi seluruh Indonesia (Hatta, 1987:420).
Setelah acara di Hotel Selabintana tersebut, maka “Empat
Serangkai” segera menyusun struktur organisasi Poetra, yang
akan disahkan oleh Gunseikan. Dalam struktur organisasi
Poetra, Sukarno ditunjuk sebagai Pemimpin Besar dan Hatta
sebagai Direktur Jenderal, sedangkan Ki Hajar Dewantoro
dan K.H. Mas Mansur masing-masing sebagai Kepala Bagian
Pengajaran dan Kepala Bagian Keselamatan Masyarakat.
Nama-nama lainnya yang masuk dalam kepengurusan adalah
13 Nama Julukan “Empat Serangkai” diberikan oleh Soekardjo Wirjopranoto untuk
empat tokoh pergerakan rakyat, yaitu Sukarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantoro, dan
Kyai Mas Mansur. Tujuannya agar tidak bisa diadu domba. Oleh sebab itu, kata
Hatta, mereka berempat selalu mengadakan hubungan dan pergaulan yang erat.
Sukarno dan Hatta oleh Pemerintah Militer Jepang dianggap sebagai pemimpin
politik, sedangkan Ki Hadjar Dewantoro (dari taman siswa, ahli pendidikan),
dan Kyai Mas Mansur pemimpin Islam terkemuka dari Muhammadiyah sebagai
penasehat. Empat serangkai menjadi inti dari suatu pergerakan Indonesia yang
baru (Hatta, 1987: 417).
157