Page 201 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 201

Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi



                     cemas perjalanan ke tujuan yang tidak diketahui wilayah lain

                     pendudukan Jepang. Sebagian besar tidak menyadari kekejaman

                     dan kesengsaraan yang sudah menanti.

                             Di antara persiapan untuk bertugas demi kekaisaran
                     dan  bangsa  Jepang  adalah  pemeriksaan  medis  dan  vaksinasi.

                     Mereka diperintahkan untuk berkumpul dalam barisan oleh

                     para penjaga kamp orang Indonesia, dan kemudian akan diatur

                     oleh pengawas militer Jepang yang relatif ramah. Absensi dalam
                     barisan yang rapi dilakukan untuk memastikan semua orang

                     hadir atau diketahui keberadaannya. Mereka akan berbaris

                     dalam kelompok dan berjalan dalam barisan secara bergiliran

                     ke tempat para dokter menunggu. Mereka diperintahkan

                     mematuhi dokter yang akan memberi suntikan untuk membuat
                     mereka tetap sehat guna menjalankan tugas baru yang penting.

                             Sebagian besar dari para pemuda ini tidak terbiasa dengan

                     dokter dan suntikan. Mereka gelisah dan saling mengejek ringan

                     untuk memecah ketegangan ketika menyaksikan jarum suntik
                     besar menusuk lengan. Mereka tertawa gugup saat melihat

                     teman yang sedang disuntik langsung meringis. Lalu mereka

                     akan bercanda, saling membandingkan bilur dan rasa sakit dari

                     suntikan yang mereka dapatkan. Itu merupakan bagian dari

                     petualangan yang membuat mereka merasa terikat bersama.                   16
                             Dokter yang mengawasi dan melakukan sebagian besar

                     penyuntikan untuk romusha adalah dua orang lulusan STOVIA,

                     Dr. Marah Achmad Arief dan Dr. Soeleman Siregar. Mereka





                     16  Ibid.

                                                           172
   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206