Page 202 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 202
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
berasal dari Dinas Kesehatan Kota Jakarta. Atasan mereka, Dr.
Marzoeki, adalah yang menerima perintah dari militer Jepang
untuk menyediakan dokter. Menurut catatan Dr. Marzoeki
dalam memoar putrinya, Latifah, mereka berangkat ke kamp
hanya membawa tas dokter biasa, karena diberi tahu bahwa
semua akan disediakan, termasuk vaksin. Tidak ada informasi
lain dari memoar Latifah. Kedua dokter ini kemudian menuju
Klender, menerima bahan vaksinasi dari pemimpin kamp
Jepang, dan melakukan tugas berat, yaitu memvaksinasi ratusan
romusha. Baik Arif maupun Soeleman tidak selamat setelah
ditangkap oleh Kenpeitai beberapa bulan kemudian. Tidak
ada dokumen tercatat tentang nasib keduanya, kecuali catatan
Kenpeitai tentang kesaksian mereka di bawah penyiksaan,
tersimpan di tumpukan arsip berdebu pemerintah Jepang.
Kesaksian tercatat yang tersedia melompat ke awal Agustus
17
1944. Kesaksian itu berasal dari Dr. Bahder Djohan , masa itu
menjadi asisten profesor di Ika Daigaku, yang terekam dalam
episode Klender dalam buku Ali Hanafiah. Kesaksian Bahder
Djohan memberi tahu kita tentang telepon yang berdering di
rumah sakit Ika Daigaku (sebelumnya Rumah Sakit Pusat, kini
17 Bahder Djohan, lahir di Padang (30-7-1902) merupakan teman seangkatan
Mohammad Hatta sejak dari MULO di Padang dan dalam organisasi Jong
Sumatranen Bond (JSB). Tamatan STOVIA (1927)., Bahkan merupakan dokter
dan ilmuwan peneliti Indonesia, pernah membuat karya penelitian bersama
dengan seniornya Achmad Mochtar, dan pada masa Jepang menjadi asisten
profesor di Ika Daigaku (Gunseikanbu:306). Setelah Proklamasi, Prof. Dr. Bahder
Djohan pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Klabinet
Natsir dan Kabinet Wilopo (1950-1953) serta Presiden (Rektor) Universitas
Indonesia (1954-1958). Ia meninggal di Jakarta 8 Maret 1981 dalam usia 81
tahun.
173