Page 203 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 203

Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi



                     RSCM) di Salemba, Jakarta, pukul 9 pagi di hari Minggu. Itu

                     adalah panggilan telepon panik dari Klender yang melaporkan

                     bahwa banyak romusha yang sakit parah dan memohon agar

                     dokter segera datang ke kamp. Para romusha mengalami kejang-
                     kejang dan meliukkan tubuh dengan posisi yang ganjil.

                             Direktur rumah sakit, Profesor Tamija, segera menelepon

                     Dr. Bahder Djohan. la memerintahkan segera membentuk

                     tim medis guna menyelidiki apa yang awalnya diduga sebagai
                     wabah meningitis di kamp romusha Klender. Bahder Djohan

                     sering bekerja dengan Lembaga Eijkman dalam penelitian

                     kedokteran dan pernah mempublikasikan makalah bersama

                     Mochtar. Ia segera menelepon Lembaga Eijkman yang lokasinya

                     bersebelahan untuk meminta bantuan dua teknisi terlatih dalam
                     “pungsi lumbal” untuk diagnosis meningitis. Bahder Djohan

                     menceritakan bahwa ketika dirinya keluar dari kompleks rumah

                     sakit, ia bertemu dengan Dr. Aulia di gerbang, ditemani seorang

                     dokter muda kapten Angkatan Darat Jepang. Karena minat
                     medis, mereka berdua meminta begabung. Ketiganya bergegas

                     mengemudi sekitar delapan kilometer ke kamp. “Sesampainya

                     di kamp Klender, kami agak tercengang menemui berpuluh-

                     puluh penderira yang merintih kesakitan, ada yang di dalam

                     rumah ada yang di tengah padang, ada yang di bawah pohon,
                     semua berada dalam pelbagai letak tubuh yang aneh-aneh.”

                             Kesan klinis langsung ini tidak dapat dicocokkan dengan

                     meningitis biasa. Ketiga dokter setuju dengan pengamatan ini,

                     termasuk dokter kapten Jepang. Walaupun demikian, mereka

                     tetap  melakukan  “pungsi  lumbal”  pada  belasan  korban.


                                                           174
   198   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208