Page 254 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 254

Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang



                     Jepang yang menangkap dan menahan Mochtar– berada di luar

                     komandonya.

                             Jadi, Hatta memang telah mengusahakan kepada pihak

                     Jepang untuk membebaskan Mochtar dan tahanan lain termasuk
                     Marzoeki. Tetapi begitulah, seperti disampaikan Hatta kepada

                     Corrie,  istri  Marzoeki,  sebelumnya:  “Percayalah  pada  kami,

                     kami telah mencoba semuanya, tetapi kami tidak berdaya.”

                             Bagaimana dengan Ir. Sukarno, nasionalis paling
                     terkemuka dalam kerja sama dengan Jepang, dan pernah

                     berhasil membebaskan Mr. Amir Sjarifuddin dari ancaman

                     hukuman mati Jepang di awal masa pendudukan? Sukarno

                     jelas tahu tentang kasus romusha dan penahanan Mochtar dan

                     kawan-kawan. Tetapi ia pun nampaknya tidak tahu apa yang
                     sebenarnya terjadi, karena hanya mempercayai laporan pihak

                     Jepang  yang  mungkin  saja  telah  menggunakan  “pengakuan

                     palsu-paksa” Mochtar.

                             Dalam otobiorafinya yang sangat jujur, Sukarno
                     menceritakan ia pernah ditemui lima orang mahasiswa

                     kedokteran (Ika Daigaku) yang namanya dia kenal (tapi tidak

                     dituliskan dalam buku). Kelima mahasiswa itu mendatangi

                     Sukarno untuk memprotes kebijakannya menyerahkan rakyat

                     Indonesia menjadi romusha dan meminta agar membebaskan
                     Mochtar dari tahanan Jepang. Dalam bukunya,  Sukarno
                                                                                      16
                     menceritakan kejadian itu,




                     16  Lihat Cyndy Adams, Bung Karno, Penjambung Lidah Rakjat Indonesia, Jakarta:
                         Gunung Agung, 1966, hlm. 293-295. Untuk kutipan langsung, ejaan aslinya
                         (Ejaan Soewandi yang berlaku masa itu) dipertahankan.

                                                           225
   249   250   251   252   253   254   255   256   257   258   259