Page 315 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 315
Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi
Balada Imramsjah Ade Mochtar
Like father like son. Agaknya itulah yang terjadi pada
pribadi Imramsjah Ade Mochtar, putra bungsu Achmad
Mochtar. Tidak ada catatan yang menyebutkan kapan persisnya
Imramsjah bersama kakaknya Baharsjah tiba di Belanda. Tetapi
diperkirakan akhir tahun 1930-an atau paling lama tahun 1940.
Mereka mengikuti jejak ayahnya studi di bidang kedokteran.
Awal tinggal di Belanda, Baharsjah dan Imramsjah tinggal di
rumah Nazir Dt. Pamoentjak yang masih berkerabat denga
Achmad Mochtar melalui perkawinan saudara ayahnya. Sudah
kita ceritakan di muka tentang Dr. Mohammad Joesoef yang
menikah dengan Dr. Marrie Thomas asal Minahasa. Ayah Dr.
Joesoef adalah sepupu dari Omar, ayah Mochtar, yang menikah
dengan seorang perempuan dari Solok. Ibu Dr. Joesoef inilah
yang bersepupu dengan ibu Nazir Dt. Pamoentjak
Selama Perang Dunia II perhubungan Indonesia dan
Negeri Belanda praktis terputus. Tatkala itulah Baharsjah
meninggal karena sakit semasa pendudukan Jerman atas
Belanda tahun 1944. Jelas, Mochtar dan istrinya tak bisa
melepas kepergian Baharsjah untuk selamanya. Kedua orang
tuanya hanya bisa mengirim kabar duka. Hal ini terlihat
dalam berita keluarga Algemeen Handelsblad (23-02-1944)
yang menyebutkan Baharsjah Mochtar kandidat dokter di
Rijksuniversiteit di Leiden, meninggal dunia pada usia hampir
26 tahun. Yang berduka cita: Dr. A. Mochtar dan Siti Hasnah.
Semasa di Belanda Baharsjah Mochtar tercatat sebagai bendahara
286