Page 18 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 18
Sin-hek-houw menggeleng kepala, melanjutkan perjalanannya dan masih
bergeleng-geleng dan mulutnya mengomel, "Anak ajaib, anak ajaib..sayang..!"
Dan dia mengepal tinju, seolah-olah hendak menyerang siapa pun yang akan
menganggu bocah yang dikaguminya itu.
Beberapa hari kemudian semenjak Sin-hek-houw datang minta obat kepada Sin
Liong, makin banyaklah orang yang datang membisikkan kepada anak itu tentang
geger di dunia kang-ouw tentang dirinya. Bermacam-macam berita aneh yang
didengar oleh Sin Liong tentang ancaman dan lain-lain mengenai dirinya, namun
dia sama sekali tidak ambil peduli dan tetap saja bersikap tenang dan bekerja
seperti biasa, tidak pernah gelisah, bahkan sama sekali tidak pernah memikirkan
tentang berita yang didengarnya itu.
Beberapa pekan kemudian, pagi hari dari arah timur kaki Pegunungan Jeng-hoa-
san tampak berjalan eorang kakek seorang diri, menoleh ke kanan dan kiri seolah-
olah menikmati pemandangan alam di sekitar tempat itu, kakek ini usianya tentu
sudah enam puluhan tahun, tubuhnya kurus kecil, pakaiannya penuh tambalan,
dan wajahnya membayangkan kesabaran dan mulut yang ompong itu bahkan
selalu menyungging senyum simpul keramahan. Dia melangkah perlahan-lahan
memasuki hutan pertama di kaki Pegunungan Jeng-hoa-san, langkahnya dibantu
dengan ayunan sebatang tongkat butut yang berwarna hitam, agaknya terbuat dari
semacam kayu yang sudah amat tua sehingga seperti besi saja rupanya. Agaknya
dia seorang pengemis tua yang hidupnya serba kekurangan namun yang dapat
menyesuaikan diri sehingga tidak merasa kurang, bahkan kelihatannya gembira,
menerima hidup apa adanya dan hatinya selalu senang. Buktinya ketika dia
mendengar kicau burung-burung, kakek ini membuka mulutnya dan bernyanyi
pula! Akan tetapi kata-kata dalam nyanyiannya itu tentu akan membuat setiap
orang yang mendegarnya mengerutkan kening, karena selain aneh, juga
menyimpang dari ajaran kebatinan umumnya!
"Apa artinya hidup kalua hati tak senang?
17