Page 24 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 24

tidak menghendaki Sin-tong, kami pun sama sekali tidak kurang ajar dan kami

               mohon maaf sebanyaknya."


               "Aku  memang  menuju  ke  Hutan  Seribu  Bunga.  Mengapa  kalian  menyangka

               bahwa aku akan mencelakai Sin-tong?"

               Tiga  belas  pendekar  Bu-tong-pai  itu  makin  tegang.  Kakek  ini  sudah  mulai

               berterus terang, maka tiada salahnya kalau mereka bersikap waspada dan berterus

               terang pula.


               "Siapa yang tidak mendengar bahwa Pat-jiu Kai-ong sedang menyempurnakan

               ilmu iblis yang disebut Hiat-ciang-hoat-sut (Ilmu Hitam Tangan Darah)?" Tiba-

               tiba Kwat Lin berseru sambil menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka kakek

               itu.

               Para  suhengnya  terkejut,  akan  tetapi  ucapan  telah  terlanjur  dikeluarkan  dan


               memang dalam hati mereka terkandung tuduhan ini. Ilmu Hiat-ciang hoat-sut

               adalah semacam ilmu hitam yang hanya dapat dipelajari oleh kaum sesat karena

               ilmu ini membutuhkan syarat yang amat keji, yaitu menghimpun kekuatan hitam

               dengan jalan menghisap dan minum darah, otak dan sumsum anak-anak yang

               masih bersih darahnya! Tentu saja bagi seorang yang sedang menyempurnakan

               ilmu iblis ini, Sin-tong mempunyai daya tarik yang luar biasa, karena darah, otak

               dan sumsum seorang bocah seperti Sin-tong yang ajaib, lebih berharga dari darah,

               otak dan sumsum puluhan orang bocah biasa lainnya!.

               Tiba-tiba kakek itu tertawa lebar. Hah-hah-hah-hah, memang benar! Dan satu-

               satunya bocah yang akan menyempurnakan ilmuku itu adalah Sin-tong! Dan aku

               bukan hanya suka minum dan menghisap darah, otak dan sumsum bocah yang

               bersih, juga aku bukannya tidak suka bersenangsenang dengan perawan cantik

               seperti engkau, Nona!"


               "Singggg! Singggg...!" Tampak sinar-sinar berkilauan ketika pedang yang tiga

               belas  buah  banyaknya  itu  bergerak  secara  berbarengan  dan  tiga  belas  orang

               pendekar itu telah mengurung si Kakek yang masih tertawa-tawa.


                                                           23
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29