Page 53 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 53

"Aku pun setuju!" kata Thian-tok dan yang lain pun tidak mempunyai alasan

               untuk tidak menyetujui keputusan yang memang adil ini, kemudian melanjutkan

               dengan kata-kata sengaja dibikin keras agar terdengar oleh Sin-tong. "Tentu saja

               harus jujur tidak membohongi Sin-tong akan maksud hati sebenarnya. Misalnya

               yang  mau  mengambil  murid,  yang  hendak  menghisap  darahnya  atau  hendak

               memperkosa  dan  menghisap  sari  kejantanannya  juga  harus  berterus  terang!"

               Tentu  saja  dua  orang  tokoh  golongan  hitam  itu  mendongkol  sekali  dan  ingin

               menyerang Thian-tok yang licik itu.


               "Isi hati orang siapa yang tahu? Boleh saja kau bilang hendak mengambil murid,

               akan  tetapi  siapa  tahu  kalau  kau  menghendaki  nyawanya?"  Kiam-mo  Cai-li

               mengejek Thian-tok. "Kau...! Majulah, rasakan Kim-kauw-pang pusakaku ini!"

               "Boleh! Siapa takut?" Wanita itu balas membentak.

               "Siancai...!"  Lam-hai  Seng-jin  mencela  dan  melangkah  maju. "Apakah  kalian


               benar-benar hendak menjadi kanakkanak? Katanya tadi sudah setuju, nah marilah
               kita


               mendengar sendiri siapa yang menjadi pilihan Sin-tong."


               Tujuh  orang  itu  lalu  menghampiri  Sin-tong  yang  masih  duduk  bersila  seperti

               sebuah arca, hatinya penuh kengerian menyaksikan tingkah laku tujuh orang itu.

               "Sin-tong yang baik. Lihatlah, kau satu-satunya wanita di antara kami bertujuh.

               Lihatlah  aku,  seorang  wanita  yang  hidup  kesepian  dan  merana  karena  tidak

               mempunyai  anak,  kau  mendengar  bahwa  engkau  pun  sebatangkara,  tidak

               mempunyai ayah bunda lagi. Marilah anakku, marilah ikut dengan aku, aku akan

               menjadi pengganti ibumu yang mencintaimu dengan seluruh jiwaku. Mari hidup

               sebagai  seorang  Pangeran  di  istanaku,  di  Rawa  Bangkai,  dan  engkau  akan

               menjadi seorang terhormat dan mulia. Marilah Sin-tong, Anakku!"


               Sin Liong mengangkat muka memandang sejenak wajah wanita itu, kemudian

               dia  menunduk  dan  tidak  menjawab,  juga  tidak  bergerak,  hatinya  makin  sakit

               karena dia dengan jelas dapat melihat kepalsuan di balik bujuk-rayu manis itu,


                                                           52
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58