Page 157 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 157
138 Dr. Julius Sembiring, S.H., MPA.
Ragaan di atas menunjukkan adanya perbedaan
mendasar antara Hukum Tanah Swapraja dengan Hukum
Tanah Adat, khususnya pada tataran konsepsi dan hak
tertinggi atas tanah. Dengan demikian jelaslah bahwa
swapraja bukanlah masyarakat adat, dan tanah ulayat (adat)
bukanlah tanah swapraja. Itulah sebabnya UUPA dalam
Bagian KEEMPAT A menyatakan: “Hak-hak dan wewenang-
wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas-
swapraja yang masih ada pada waktu mulai berlakunya
Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara.
Penjelasan Bagian ini berbunyi: Ketentuan ini bermaksud
menghapuskan hak-hak yang masih bersifat feodal dan
tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
Selanjutnya dalam memperbandingkan antara
hukum tanah swapraja dengan hukum tanah adat, timbul
pertanyaan bagaimanakah hubungan antara hukum
tanah swapraja dengan hukum tanah adat? Ter Haar dan
24
Soekanto mengatakan bahwa pengaruh Raja-raja ada
25
yang “merusak” dan ada yang memperkuat. Pengaruh
merusak terjadi di lingkungan sekitar tempat tinggal Raja
sebagai akibat pemerintahan intensif.
Pengaruh merusak tersebut terjadi karena adanya
beneficium 26 atau lungguh/apanage (Yogyakarta).
24 Ter Haar, 1981, op.cit, hlm. 66-67.
25 Soekanto, 1996, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Suatu
Pengantar Untuk Mempelajari Hukum Adat, Penerbit
P.T.RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm.119-122.
26 Beneficium adalah imbalan yang diberikan Raja kepada