Page 160 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 160
Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat 141
Agraria No. I Tahun 1960 yang kemudian diperjelas
dengan Pedoman Menteri Pertanian dan Agraria No.
II Tahun 1963.
Perdebatannya adalah, apakah tanah jaluran
tersebut merupakan tanah ulayat, yaitu ulayat dari
Suku Melayu di Sumatera Timur atau bukan? Jika
merupakan tanah ulayat tentu tidak dapat dihapus
begitu saja oleh Pemerintah melalui sebuah SK.
Menteri yang pada tahun 1965 memberikan areal
tersebut menjadi areal HGU. Mahadi menyatakan
bahwa tanah jaluran, merupakan penjelmaan hak
ulayat yang telah dipraktekkan oleh pihak perkebunan
asing dekat 100 tahun lamanya, dan telah mendapat
pengakuan dalam perundang-undangan. Di sisi lain
30
Pemerintah beranggapan bahwa tanah jaluran ‘bukan’
merupakan hak ulayat dari masyarakat adat Melayu.
b. Pada tahun 1956 berdasarkan dokumen Overeenkomst
tanggal 28 Juli 1956 diadakan perjanjian antara
Masyarakat Adat Kajoe Batoe dan Kajoe Poeloe
dengan Pemerintah Belanda Nieuw Guinea . Isi
31
perjanjian tersebut pada intinya memuat penyerahan
penguasaan tanah-tanah yang secara mutlak dan tanpa
30 ibid, hlm.169.
31 Uraian tentang kasus ini dikutip dari Sarjita, 2003, Konflik
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Kampong Kajoe Poeloe
dan Kajoe Batoe Dengan Pemerintah Kota Jayapura Propinsi
Papua, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, hlm.6-8 dan 103-104.