Page 159 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 159

140   Dr. Julius Sembiring, S.H., MPA.


            B.  Masalah Empiris Tanah Ulayat

            1.   Perbedaan Persepsi tentang Eksistensi Tanah
                Ulayat
                Sub judul ini menguraikan persoalan eksistensi tanah

            ulayat  dalam  2  (dua)  hal,  pertama, perbedaan persepsi
            dalam hal menentukan masih ada tidaknya tanah ulayat;
            dan kedua, perbedaan persepsi dalam hal berakhirnya hak
            atau  izin  yang diberikan di  atas atau  berasal dari  tanah
            ulayat. Kajian tersebut diuraikan dengan mengemukakan
            beberapa kasus.

            a.  Status ‘Tanah Jaluran’ di Sumatera Timur.
                    Tanah  jaluran  ialah tanah tempat tanaman
                tembakau, yang baru selesai dipetik, di atas mana para
                petani diperbolehkan  menanam  tanaman  semusim,
                ialah padi dan jagung, dan setelah tanaman tersebut
                habis dipanen tidak lagi boleh diolah untuk ditanami,
                karena perlu dihutankan sampai tiba gilirannya untuk

                ditanami kembali dengan tembakau (sistem rotasi).
                    Pengaturan ‘tanah jaluran’ pertama sekali terdapat
                dalam Akta Konsesi 1884, dan kemudian, rakyat yang
                mendapat tanah jaluran disebut oleh pihak perkebunan
                dengan nama Rakyat Penunggu, Penunggul  atau
                Penonggol.   Pasca  kemerdekaan  terjadi kemelut
                          29
                sehubungan dengan adanya upaya menghapus tanah
                jaluran tersebut vide Pedoman Menteri Pertanian dan



            29  lihat Mahadi, 1978, op.cit., hlm.126, 121, dan 146.
   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164