Page 166 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 166
Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat 147
penghulu adat setempat, yang melakukan transaksi atas
tanah-tanah ulayat dengan perusahaan-perusahaan besar
yang bergerak di bidang perkebunan ekspor. Raja-raja dan
penghulu-penghulu adat setempat, mendapatkan manfaat
dari hasil transaksi ini melalui upeti, silih jerih, uang ganti
rugi, dsb.
Dari dalam, Mochtar Naim mengatakan bahwa
37
sistem ekonomi dan sosial yang terjadi saat ini telah
mengakibatkan tanah ulayat di seluruh daerah di Indonesia
berubah, dari komunalisme ke individualisme dan dari
kolektivisme ke kapitalisme. Secara khusus di Sumatera
Barat ada sejumlah faktor yang kelihatannya berjalan seiring
dan saling tunjang menunjang antara sesamanya, yang
kesemuanya turut mempercepat ke arah terlikuidasinya
tanah ulayat itu. Faktor-faktor tersebut adalah desakan
kependudukan, tuntutan pembangunan khususnya usaha
perkebunan, keharusan pensertifikatan melalui UUPA dan
Prona dengan target-target dan prioritas-prioritas tertentu,
dan faktor ninik mamak para pemangku adat.
Faktor terakhir ini diuraikan bahwa para pemangku
adat telah diikat dalam sebuah organisasi profesi
dengan nama LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam
Minangkabau) yang berpayung pada partai pemerintah dan
mempunyai wakil di legislatif. Menyatunya ninik mamak
dengan penguasa berfungsi sebagai perpanjangan tangan
37 ibid, hlm. 3-4.