Page 128 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 128
Brown melanjutkan, secara umum sedikit sekali perem-
puan yang tercatat menjadi pemilik lahan. Hal ini kontras
dengan tingkat keterlibatan perempuan yang tinggi dalam
aspek produksi pertanian, sekaligus tingkat ketergantungan
perempuan pada lahan. Jika perempuan sebagai penguasa
lahan, tentu akan ada peningkatan keamanan dan pendapatan
perempuan, peningkatan kemampuan untuk mengakses
kredit dan program-program pemerintah, hingga perempuan
memiliki pengaruh dan lebih dihormati dalam komunitas.
Menurut Brown, ketidaklekatan nama perempuan
dalam sertifikat lahan akan menimbulkan hal negatif bagi
perempuan dalam dua cara: pertama, karena para perempuan
tidak menganggap diri mereka sebagai pemilik lahan, maka
manfaat atas kepemilikan lahan (misalnya peningkatan pe-
ngaruh dan kontrol atas pemasukan yang diperoleh di dalam
rumah tangga) tidak akan mereka miliki secara penuh. Kedua,
jika perempuan bukan pemilik lahan yang terdaftar, maka
dia mungkin akan tersingkirkan dari hak untuk menentukan,
saat tanah dijual oleh suami, atau mungkin pula tersingkirkan
dari hak atas tanah saat terjadi perceraian atau kematian
suami. Kadangkala suami dan pembeli lahan tidak menyadari
keberadaan istri sebagai pemilik lahan juga (co-owner)
sehingga mereka tidak melibatkan istri dalam keputusan
penjualan lahan. Hal seperti ini telah terjadi di Vietnam, di-
mana istri tidak mendapatkan hak apapun atas tanah saat
perceraian terjadi. 23
Bagaimana pentingnya pelekatan nama perempuan
dalam sumberdaya telah menjadi perhatian banyak peneliti
relasi gender. Pemberian sumberdaya kepada perempuan
(tanah atau pendidikan) akan menghasilkan efisiensi kesejah-
23 Brown, Jennifer. Rural Women’s Land Rights in Java, Indonesia :
Strengthened by Family Law, But Weakened by Land Registration. Law
& Policy Journal Association. 2003.
114