Page 131 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 131
perempuan. Sanksi sosial terutama dari keluarga dekat akan
diberikan jika ada pihak yang melanggar hal ini.
Saat suami istri memilih bercerai, maka ‘tepung kaya’ 25
dibagi dua sesuai dengan harga yang berlaku pada saat per-
ceraian. Setelah harta ditaksir dalam nilai uang, terdapat
kecenderungan bahwa rumah akan diserahkan ke istri dan
lahan dimiliki suami. Jika harga lahan lebih mahal daripada
harga rumah, maka laki-laki akan mengupayakan sejumlah
uang penambah pembayaran rumah. Konstruksi nilai di
masyarakat menganggap perempuan lemah, tidak berdaya
dan lebih memerlukan rumah untuk tempat tinggal daripada
laki-laki.
Pada saat tanah belum disertifikatkan, laki-laki dan
perempuan memiliki hak yang sama atas tanah. Kepemilikan,
penggarapan, penguasaan menjadi setara. Tetapi ketika
disertifikatkan, tanah menjadi atas nama suami hingga posisi
perempuan menjadi lemah. Kepemilikan lahan bukan lagi
atas nama sendiri tetapi atas nama suami. Penetapan harga
sertifikat untuk tiap bidang tanah yang cukup tinggi bagi
masyarakat membuat tiap rumah tangga melakukan merger
kepemilikan. Yang dihilangkan dari proses ini adalah kemi-
likan perempuan yang kemudian direduksi ke dalam kepemi-
likan milik laki-laki. Negara melalui peraturannya secara tidak
langsung memperlemah posisi perempuan dan meminggir-
kannya dari sistem produksi penghidupan keluarga. Sosialisasi
dan implementasi peraturan sertifikasi yang menyebutkan
bahwa sertifikat dapat diatasnamakan oleh pasangan suami-
istri (joint titling) belum optimal.
Selain konteks budaya dan hukum formal (negara),
penguasaan lahan di Banjaranyar II juga dipengaruhi oleh
agama. Sebagaimana nilai budaya masyarakat, agama menentu-
kan harta dibagi dua antara suami-istri yang bercerai. Namun
25 Istilah lokal untuk harta yang diperoleh selama masa pernikahan.
117