Page 201 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 201
yang berada di kota dan kurang beruntung, akhirnya pulang
kampung bertani cabe di pesisir Kulon Progo. Warga pesisir
juga mampu membantu menolong petani lain di luar daerah
mereka untuk menjadi buruh petik dengan upah yang di atas
rata-rata, Rp. 25.000,- per orang belum termasuk makan.
Maka, tak heran jika petani peisir Kulon Progo sekarang ter-
masuk pemasok cabe yang cukup penting bagi pasar nasional,
dengan hasil rata-rata 70 ton per hari. Belum lagi hasil tani
yang lain seperti sawi, melon, semangka, jagung, dan bawang
merah yang menjadi hasil sampingan yang juga dapat tumbuh
subur di lahan pasir yang dulu tandus-kerontang itu.
Temuan dan Inovasi Pertanian: Basis Argumen
Perlawanan
Identitas Lahan Pasir
Bagi sebagian warga pesisir yang sekarang tinggal-
menetap dan bergantung dari pertanian lahan pasir (baik
lahan Pemajekan maupun lahan Garapan) klaim bahwa
keseluruhan pesisir adalah wilayah Paku Alam Ground (PAG)
tidak bisa diterima seratus persen. Warga yang memiliki
pengetahuan cukup tentang sejarah dan pengolahan lahan
pasir ini mampu menunjukkan dimana letak lahan milik PAG
dan mana wilayah yang menjadi lahan garapan warga.
Sekarang masing-masing warga desa di pesisir Kulon Progo
yang bersengketa, telah menemukan dan memiliki peta lama
yang menunjukkan pembagian lahan-lahan di sekitar pesisir
yang terdiri dari lahan garapan, pemajekan, tegalan, lahan
PAG dan perumahan warga dengan batas-batas yang sudah
jelas.
Di desa Bugel letak lahan PAG berada di tengah-tengah
lahan pemajekan warga, sedangkan di desa Garongan lahan
PAG kini menjadi lapangan sepak bola. Artinya dengan
menunjukkan peta tersebut warga hendak menegaskan bahwa
187