Page 208 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 208
Pada awalnya, para juragan dan pembeli cabe menulis
harga tawaran mereka pada secarik kertas dan dimasukkan
ke dalam kotak kecil (seperti kotak amal masjid), kemudian
kotak tersebut diputarkan ke rumah-rumah para juragan dan
pembeli cabe. Sehingga pada saat itu masih terjadi manipulasi
harga, ketika pembawa kotak berkunci itu kong-kalikong
dengan salah satu juragan dan pembeli cabe, yang kemudian
memberi harga lebih tinggi, setelah melihat harga dari pembeli
lainnya.
Namun sekarang, kotak tempat harga para juragan itu
harus ditaruh di tempat terbuka dan ketika para juragan dan
pembeli cabe memasukkan secarik kertas harga pembelian
mereka dimasukkan di depan khalayak umum, sehingga
keamanan kotak tersebut bisa terjaga. Setelah semua juragan
dan pembeli selesai memasukkan harga mereka, panitia
membuka dan membacakan harga-harga tersebut, dan
menuliskannya di white board yang telah disediakan, sesuai
dengan jenis cabe yang dibeli dan dari kelompok mana yang
hendak dibeli.
Masing-masing juragan dan pembeli boleh menaruh dua
atau tiga harga sekaligus, baik langsung maupun melalui
titipan ke orang lain (melalui pesan singkat atau telpon) yang
hadir di tempat lelang. Pemilik harga tertinggilah yang akan
menjadi pemenang untuk mengangkut semua hasil panen di
tempat lelang tersebut. Rata-rata harga selisih antara pembeli
tidaklah jauh, berkisar Rp. 200-3000. Sehingga prediksi dan
keahlian untuk menakar pasar mutlak diperlukan bagi para
pembeli dan juragan cabe di pesisir, jika tidak ia akan mudah
kalah.
Bagi para petani cabe di pesisir Kulon Progo, sistem
lelang sangat menguntungkan. Selain daulat harga cabe lebih
tinggi, juga sebagai media untuk memutus konflik. Sekarang
sistem lelang jamak digunakan dan tersebar di kalangan petani
pesisir Kulon Progo, dan hanya untuk tanaman cabe, tidak
194