Page 213 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 213
bisnis yang digabungkan dengan feodalisme”.
Jika ditelisik lebih lanjut, modus kapitalisme-feodal yang
dilakukan oleh sejumlah raja-raja di Jawa tersebut, utamanya
di Surakarta tahun 1916 dan Yogyakarta tahun 1918, adalah
dengan tetap memelihara sistem feodal sebagai sistem sosial-
nya, utamanya pada penguasaan tanah dan reorganisasi desa
sembari menerapkan sistem kapitalisme perkebunan. Reorga-
nisasi feodalisme itu ditempuh dengan cara menanggalkan
sistem apanage—sistem penguasaan atas tanah oleh para bang-
sawan tertentu yang diikuti dengan pemberian hak istimewa
dan kemudian mengkonsentrasikan seluruh tanah di tangan
kerajaan. Hal ini kemudian disertai dengan perubahan fungsi
lahan tersebut menjadi perkebunan. Sedangkan reorganisasi
desa dilakukan dengan cara mengubah kebekelan menjadi
kelurahan. Kebekelan-kebekelan digabungkan menjadi kelu-
rahan yang berfungsi secara administratif untuk tidak hanya
mendata jumlah tanah, tetapi sebagai alat kerajaan untuk
mengorganisir eksploitasi atas sumber-sumber ekonomi desa.
- Basis Material dari Akumulasi Swapraja:
Politik Penguasaan Tanah dan Klaim Legalnya
Jadi, tanah selalu menjadi basis material dari kapital-
isme-feodal ini. Contoh di atas menunjukkan bahwa meski-
pun terjadi reorganisasi atas desa dan tanah, tidak mengakibat-
kan sistem feodal runtuh, melainkan tetap eksis karena pada
dasarnya kaum feodal-lah yang memiliki hak atas tanah. Dan
dengan diselipkannya kapitalisme perkebunan, maka hal ini
semakin mengukuhkan kekuasaan modus produksi kapital-
isme-feodal itu. Karena itu, penting bagi kerajaan untuk tetap
menjaga politik kepenguasaan atas tanah yang absolut di
tangan mereka, meskipun berbagai peralihan dan perubahan
sosial-politik terjadi.
Di Yogyakarta, politik pertanahan semacam itu, tampak
sejak masa kolonial. Di daerah-daerah yang kehidupan sosial-
199