Page 215 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 215

Pada periode sesudah tahun 1918, dikeluarkan Reikjsblaad
             Kasultanan 1918. Isi peraturan ini lebih dikenal sebagai domein
             verkraling, yang menyatakan bahwa seluruh tanah yang tidak
             memiliki tanda bukti kepemilikan menjadi tanah hak milik
             keraton. Reikjsblaad ini membagi tanah milik Paku Alaman
             dan Kasultanan menjadi dua golongan, pertama: tanah milik
             raja yang bebas, yaitu tanah yang tidak dibebani oleh hak
             apapun dan siapapun: serta kedua: tanah milik raja yang tidak
             bebas, yaitu tanah yang sudah ada hak atasnya yang diserah-
             kan kepada rakyat atau abdi dalem, atau menjadi hak milik
             desa. Pada periode ini terapat beberapa kategori tanah, (1)
             tanah kraton: (2) tanah yang diberikan cuma-cuma oleh Sul-
             tan untuk dipakai sebgai fasilitas publik: (3) tanah eigendom
             yang diberikan pada orang Belanda atau Tionghoa: (4) tanah
             yang diberikan pada pegawai kerajaan dan pejabat adminis-
             tratif: (5) tanah kasentanan yang dimiliki oleh kerabat
             kerajaan tetapi adangkala juga dipakai oleh rakyat jelata: (6)
             tanah pekarangan bupati: (7) tanah hak pakai untuk para
             menteri/kebonan: (8) tanah pekarangan rakyat jelata: (9)
             tanah maosan, yang diurus oleh bekel. Pada periode ini pula
             terjadi suatu peristiwa penting yaitu Kontrak Politik 1921,
             yang memaksa Sultan untuk mengadakan pemisahan admin-
             istratif antara kekayaan Sultan dan Kesultanan. Pemisahan
             ini kelak berujung pada pemisahan antara Kepatihan dan
             Kasultanan, yang mengakibatkan titik kekuasaan bergeser
             ke arah Kepatihan. Periode ini memang menandai mulai
             dipretelinya kekuasaan feodal kuno dan memasukkan unsur-
             unsur administrasi kolonial di Yogyakarta.
                   Pada periode sesudah tahun 1954, masa ini diawali
             dengan terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada
             masa itu, republik Indonesia belum menetukan politik per-
             tanahan atas DIY. Di tengah penantian itu, beberapa undang-
             undang pertanahan dikeluarkan oleh Pemda, di antaranya (1)
             Perda DIY No. 5 1954 tentang Hak Atas Tanah, Pasal 4 ayat

             201
   210   211   212   213   214   215   216   217   218   219   220