Page 217 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 217

kurang hingga kini. Dengan menjadikan tanah sebagai basis
             materialnya, maka kesultanan tetap memiliki peluang untuk
             menjaga dominasi dan hegemoni kekuasaannya di Yogya-
             karta. Pertanyaannya, bagaimana pola dominasi ekonomi
             kapitalis-feodal itu tetap dilakukan. Ada dua pola untuk mela-
             kukan konversi dari kepemilikan tanah menjadi akumulasi
             kapital: pertama, kaum feodal ini berupaya untuk membuat
             modal tanahnya sebagai dasar bagi terbentuknya kapitalisme,
             baik yang berupa perkebunan di masa lalu, maupun industri
             dan perdagangan di masa kini. Pada pola yang semacam ini,
             maka kapitalisme menumpang hidup di atas feodalisme. Hal
             ini tercermin pada sistem tanam paksa, maupun pada pen-
             dirian sejumlah sentra perdagangan modern seperti hyper-
             mall, dan rencana pengubahan alun-alun sebagai lahan parkir,
             maupun pada rencana eksplorasi pasir besi saat ini. Kedua,
             kaum feodal, yang dalam batas-batas tertentu melakukan
             persekutuan dengan kaum kapitalis, mengubah dirinya
             menjadi kapitalis yang ditandai oleh keterlibatannya dalam
             dunia bisnis secara langsung. Hal ini sudah dimulai sejak
             Sultan Hamengku Buwono IX yang pernah tercatat sebagai
             100 orang terkaya di Indonesia, yang bisnisnya mencakup
             bidang pemrosesan gula, perdagangan eceran, perbankan,
             tembakau, properti, pengolahan udang dan tuna, dan lain
             sebagainya. Ini kelak juga dilanjutkan oleh penerusnya HB
             X dan keluarganya yang meluaskan bisnisnya di sektor
             perdagangan, turisme, perusahaan rokok dan air, konstruksi,
             dan distribusi otomotif, dan yang terakhir saat ini adalah
             eksplorasi pasir besi di Kulon Progo yang berpotensi meng-
             gerus kehidupan ribuan petani, merusak ruang-hidup, serta
             menghancurkan jaringan-jaringan sosial-ekonomi pedesaan.
                   Pola semacam ini menjadi semakin mudah, sebab selain
             pihak yang memiliki modal ekonomi, para penguasa swapraja
             ini juga merupakan pihak yang memiliki modal politik dan
             modal kultural yang kuat. Secara de-facto, penguasa politik

             203
   212   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222