Page 222 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 222
terciptanya katastrofi ekologis. Berbagai potensi kerusakan
alam yang akan terjadi jika eksplorasi pasir besi tetap dilaku-
kan menurut petani adalah rusaknya ekosistem, polusi, abrasi
serta mengancam perlindungan terhadap bencana tsunami.
Jika pertambangan tetap diberlakukan perubahan ekosistem
dan keseimbangan ekologi yang ada di kawasan pesisir selatan
akan terjadi. Karena dominasi tambang akan lebih kental
dibandingkan dengan pertanian, wisata maupun kawasan
lindung sebagai penyangga kawasan ekologis di kawasan
selatan Jawa. Keberadaan flora fauna (misalnya, migrasi
burung-burung asia pasifik ) yang ada di kawasan tersebut
juga terancam.
Ketiga, klaim kepemilikan lahan Pakulaman Ground
untuk seluruh adalah klaim yang tak berdasar. Menurut para
petani PPLP, klaim lahan Pakulaman Ground itu tiba-tiba
saja muncul pada tahun 2004. Pada awalnya, selain merupa-
kan tanah terlantar yang sah untuk digarap oleh para petani,
berdasar UUPA 1960, pada dasarnya petani memahami pola
penguaaan tanah di daerah tersebut terbagi atas tiga, yaitu
(1) Tanah pemajekan, yaitu: Tanah yang bersertifikat dan
wajib pajak berada di sebelah dalam setelah tanah garapan
(sekitar 400-500 m dari bibir pantai). Tanah Pemajekan rata-
rata bukan lahan pasir 100% dan telah bisa dianami sejak
dulu, baik tanaman pangan utama: padi jagung, ubi maupun
buah-buahan, meski tidak sesubur sekarang. Kepemilikan
tanah pemajekan ini merupakan warisan dari nenek moyang
mereka sebelumnya dan bersertifikat legal. (2) Tanah garapan
adalah lahan pasir yang berbatasan dengan bibir pantai dan
hasil pengolahan warga terhadap gurun tandus di darah tanah
merah (terlantar) yang sekarang telah digarap menjadi lahan
subur. Dari hasil pematokan yang ditemukan oleh generasi
terdahulu mereka. (3) Tanah Paku Alaman. Namun, menurut
para petani, menjelang akan dilakukannya rencana eskplorasi
pasir besi patok-patok Paku Alaman ini digeser hingga me-
208