Page 224 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 224
paten maupun ke Tingkat Provinsi Yogyakarta. Berbagai
perundingan untuk membangun kesepakatan (konsesus) gagal.
Sebab tuntutan penolakan rencana penambangan pasir ter-
sebut melibatkan “orang dalam” Kasultanan Yogyakarta
Hadiningrat. Tawaran dari pemerintah selalu saja ke arah
penyelesaian yang bias kekuasaan, lebih menguntungkan
pemilik modal dan penguasa: ganti rugi, relokasi dan rekaveri
ekologis yang kesemuanya tidak masuk dalam tuntutan
mendasar warga, yakni keselamatan dan hak dasar kepemilik-
an historis dan material lahan-lahan mereka.
Salah satu aksi massa besar-besaran yang dilakukan di
UGM (beberapa kali) oleh ribuan warga Kulon Progo terjadi
pada 21 Juli 2008, mereka memprotes keras kalangan aka-
demik/kampus yang ikut melegitimasi kepentingan per-
usahaan penambangan pasir besi Kulon Progo dengan proyek
Analisis Masalah Dampak Lingkungannya (Amdal). Menurut
petani, keterlibatan UGM menunjukkan kalangan kampus
telah kehilangan kekuatan moral dan independensinya sebagai
lembaga pendidikan tinggi. Apalagi UGM yang terkenal
dengan jargon “Kampus Kerakyatan”nya. Hasil dari demons-
trasi besar-besaran tersebut, pihak UGM membatalkan
kerjasama yang sudah disepakati dengan pihak JMM untuk
melakukan riset AMDAL eksplorasi penambangan pasir besi
74
tersebut .
Selain bentuk aksi massa, petani pesisir yang telah ter-
gabung dalam PPLP, juga menggalang kekuatan di kalangan
kelompok agamawan dan ilmuwan. Pada tanggal 14 agustus
2008 diadakan saresehan dan rapat akbar di Balai Desa
Karangwuni, Wates Kulon Progo, dengan topik “ Perjuangan
Rakyat Tani Menolak Penambangan Biji Besi”. Rapat itu
selain sebagai media konsolidasi kekuatan petani juga upaya
melihat lebih dalam bagaimana proses penambangan pasir
74 Lihat, Berita Kompas, 22 Juli 2008.
210