Page 50 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 50
tangga contoh, sekitar 73,3% (11 responden) merupakan rumah
tangga petani yang setiap musim tanam selalu meminjam ke
bandar untuk keperluan bertani. Seperti yang dituturkan Kang
Unding (31):
“Modal yang dibutuhkan untuk tanam tomat sangat besar. 100%
keperluan bibit dan pupuk berasal dari (pinjaman) bandar. Jadi
kita sangat tergantung dari bandar. Jika tanam yang lain, seperti
kentang, petani sudah bisa membibit sendiri. Hasil panen
kentang, tidak semuanya dijual tapi ada yang disimpan buat
bibit. Yang tidak membutuhkan modal besar, mudah men-
dapatkan bibit dan perawatannya tidak sulit adalah wortel. Bibit
wortel mudah didapat, bisa didapat dari petani sendiri.”
Sementara di desa Dangiang dengan komoditas utama
tanaman semusim Akar Wangi, tidak terlalu banyak hubung-
an hutang-piutang antara petani dengan pemasok sarana
produksi. Hubungan hutang-piutang dalam penyediaan jasa
permodalan umumnya terjadi antara bandar (penyuling)
dengan cukong minyak. Seperti yang diungkapkan kang Sibir,
ketua OTL Dangiang yang pernah menjadi bandar,
“Biasanya jika petani butuh uang, dia akan minjam pada bandar
lokal. Akan tetapi karena bandar lokal tidak punya uang banyak
maka dia akan minjam ke cukong (penyuling)... Yang diharapkan
dari sistem tumpang sari akar wangi dengan sayuran adalah
dapat mendorong total produksi akar wangi. Misalnya umur
akar wangi baru puluhan hari atau mulai tanam butuh pupuk
kandang. Tapi kalo ditanam bersama sayuran, berarti kentang
diurus apalagi usar (akar wangi) juga terurus. Akhirnya, masalah
pengelolaan atau perawatan akar wangi bisa dibilang gratis”
Keterhubungan antara petani dengan pemasok sarana
produksi disebabkan pola tanam tumpang sari sayuran dan
tembakau yang membutuhkan pasokan bibit, pupuk dan obat-
obatan untuk beberapa jenis komoditas. Di dua lokasi pene-
litian ini, hubungan antara petani dengan bandar lokal diikat
oleh hubungan ketetanggaan dan hutang-piutang.
36