Page 53 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 53
peminjaman seperti itu, baik mau jual tebas atau jula kilo terjadi
kelainan harga dalam arti terjadi penurunan harga akar wangi.
Jika pada sistem tebas harga akar wangi 100 tumbak mencapai
5 juta, maka ketika ada pinjaman harga akar wangi turun menjadi
4,5 juta per 100 tumbak. Pada sistem kilo, jika harganya 2500/
kilo jadi turun 100 rupiah dari 2500 per kilonya.... Pengalaman
saya, kalo kita ngambil (pinjam) uang 100 juta maka ada kontrak
harga minyak dengan cukong. Misalnya yang sudah-sudah,
cukong akan menentukan harga hanya 700 ribu bahkan ada yang
dibawah itu. Beda dengan teman saya (kang Mamat), dia tidak
pinjam ke cukong untuk biaya penyulingan, jadi bisa jual
minyaknya ke cukong seharga 750-800 ribu per kilo, lebih tinggi
dibandingkan bandar yang pinjam uang ke cukong. Cukong itu
seenaknya saja menentukan harga. Kita kan sebagai bandar lokal
atau petani tidak tahu harga minyak yang sesungguhnya. Setelah
membeli minyak dari bandar lokal seharga 700 ribu, kita (bandar
lokal) tidak ada yang tahu berapa cukong jual minyak itu
selanjutnya”
Banyak terjadi, akibat hubungan permodalan lewat
hutang-piutang tersebut para bandar lokal harus berhenti
berusaha menyuling minyak akibat jeratan hutang pada
cukong minyak. Hubungan permodalan lewat hutang-piutang,
pemasaran hasil panen antara petani dan bandar lokal dan
cukong turut memberi andil pada proses pelepasan petani
dari alat-alat produksi. Di desa Dangiang, kelembagaan
pemasaran akar wangi dapat dibagi dua macam, yakni sistem
tebasan dan sistem jual per kilo. Pada musim kemarau
umumnya petani menginginkan jual akar wangi secara
tebasan mengingat bobot akar wangi yang ringan. Sementara
pada musim hujan, petani lebih memilih jual sistem per kilo
dikarenakan bobot Akar Wangi yang relatif lebih berat
dibandingkan musim kemarau. Bagi petani yang terlibat
hutang-piutang, biasanya yang berlaku adalah sistem ijon.
Pada prakteknya, meskipun kehadiran gerakan tani lokal
telah berhasil menguak ketimpangan agraria akibat penetrasi
usaha perkebunan dan kehutanan negara, akan tetapi pola
39