Page 54 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 54
relasi permodalan dan pemasaran melalui mekanisme hutang-
piutang antara petani, bandar lokal dan cukong belum banyak
mengalami perubahan mendasar. Hal ini disebabkan salah
satunya karena pada periode-periode awal gerakan bahkan
hingga saat ini, usaha mengamankan akses lahan garapan (ten-
ure security) dari ancaman pihak perkebunan dan kehutanan
masih menjadi arena perjuangan utama. Adapun keberhasilan
beberapa anggota organisasi tani lokal menjadi bandar dapat
diartikan sebagai pergantian aktor lama oleh aktor baru dalam
pola (struktur) produksi dan distribusi lama. Dengan kata
lain, fenomena tersebut dilihat sebagai proses pergantian rejim
(pelaku) permodalan dalam suasana (moda) produksi dan
distribusi yang lama.
Proses Diferensiasi dan Penyingkiran Petani
Kehadiran perusahaan perkebunan PTPN VIII Dayeuh
Manggung di Dangiang dan kehutanan Perhutani di Sukatani,
menyebabkan warga desa kehilangan kuasa atas tanah
garapan yang menjadi basis utama nafkah keluarga. Akibat-
nya, dengan ketiadaan akses dan lepasnya kuasa atas tanah,
mayoritas rumah tangga petani menjadi buruh tani upahan,
buruh bangunan dan industri, serta pelaku ekonomi sektor
informal perkotaan. Adapun warga yang dapat mengakses
lahan kehutanan seperti di Sukatani, tidak lain adalah para
elite desa (pemodal) yang mampu melakukan perluasan
jejaring hingga ke petugas lapang Perhutani.
Proses pelepasan dan penyingkiran petani dari akses dan
kuasa terhadap alat-alat produksi sebagai suatu proses yang
hingga saat ini terus dipertahankan dan diperbaharui terlihat
pada skema kelembagaan PHBM milik Perhutani di desa
Sukatani. Dilihat dari mekanisme dan proporsi pembagian
hasil garapan yakni 70% untuk Perhutani dan sisanya untuk
petani penggarap, penyediaan sarana-sarana produksi seperti
pupuk, bibit serta saluran pemasaran komoditas yang dimono-
40