Page 467 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 467
muda itu untuk melakukan tawarmenawar.
Siapapun yang memulai, kesepakatan telah terjadi. Per
usahaan menambah pasukan pengamanan tak resmi dan men
dandani mereka dengan desain fesyen anggitan Farisi: jubah
putih, rompi kulit terbalik atau rajutan (karena kulit asli mahal
dan panas), topi bulu jumbai, dan kasut bertalitali. Farisi
menjadi pemimpin spiritual mereka, yang setiap hari memberi
mereka ceramah. Mereka inilah yang kemudian disebut de
ngan nama Kaum Farisi. Tugasnya: (1) mengamankan kerja
penambangan, dengan cara (2) memberi stigma pada siapapun
yang menghalangi mereka sebagai “penyembah berhala”. Stig
ma ini diharapkan akan melemahkan moral musuh. Dan jika
moral musuh tidak melemah juga, setidaknya telah ada garis
nyata yang ditarik, yaitu bahwa musuh telah bisa diidentifikasi
sebagai mempersekutukan Allah. Dengan demikian, (3) musuh
boleh diperangi dan ditumpas.
“Itulah orang Farisi.”
Tak lama setelah Penghulu Semar bangkit dari kubur,
Farisi memerintahkan orangorangnya untuk merusak surau
kecil di tepi pantai. Surau yang dipelihara Penghulu Semar,
yang pintunya mengarah bukan ke Timur melainkan ke Sela
tan.
“Jika demikian, Jati, apa beda sipil dan militer? Kedua
duanya memakai caracara yang sama persis.” Kukatakan
demikian sebab, sungguh, aku kurang rela dengan sikap anti
patinya terhadap militer.
“Memang,” gumamnya. “sesungguhnya saya tidak memu
suhi militer. Saya memusuhi militerisme.” Ia menghela nafas.
“Namun ada lebih banyak orang sipil yang memakai caracara
militer dibanding anggota militer yang memakai caracara
sipil.”