Page 471 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 471
ngaji desa yang sangat sederhana. Tak ada istimewanya di
banding korbankorban yang lain. Untuk mengangkat dia
sebagai simbol, perlu strategi komunikasi lain.
Parang Jati percaya bahwa tak ada yang sungguh kebetulan
di alam raya. Dan ia melihat itu pada bersatunya Hari Bumi
dengan empatpuluh hari kematian Penghulu Semar. Serupa
persatuan dua siklus dalam Jumat Kliwon—hari istimewa tanda
wayahnya sesuatu bisa terjadi. Karena itu ia menyelenggarakan
festival besar di Sewugunung. Dengan nama Festival Ruwatan
Bumi. Ia menggabungkan peringatan internasional itu dengan
peringatan korban yang sangat lokal.
Ruwat adalah konsep tradisional Jawa untuk mendamai
kan sesuatu dengan tenagatenaga mala demi tercapai kesela
matan. Secara periodik, desa yang telah terlalu banyak didatangi
energienergi jahat harus diruwat. Sering kali ruwatan dilaku
kan setelah tandatanda malapetaka itu semakin nyata. Ru
watan dilakukan dengan upacara selamatan. Desa dibersihkan.
Ada sesaji yang dipersembahkan. Doa dipanjatkan. Tanggap
wayang dihajatkan. Demikianlah caracara tradisional.
Parang Jati dan temantemannya, baik tim peneliti mau
pun dari dunia kebudayaan yang asing bagiku, menyelenggara
kan Ruwatan Bumi. Ini merupakan gabungan dari konsep
tradisional dengan kesadaran global. Hari Bumi, jatuh pada
22 April, adalah kesepakatan internasional baru. Sejenis cara
modern untuk mengeramatkan satu hari bagi bumi. Ruwatan
adalah cara tradisional. Perpaduannya menjadi Ruwatan Bumi.
Tema Ruwatan Bumi kali ini: henTiKan KeKerasan pada Bumi
dan manusia.
Pesannya jelas: kekerasan terhadap manusia dan alam di
Indonesia telah melampaui batas. Hentikan segera kekerasan
itu.
Penghulu Semar adalah simbol manusia korban kekerasan
itu. Sewugunung adalah simbol alam korban kekerasan itu.
Festival ini akan berlangsung tiga hari. Dibuka dengan
1