Page 470 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 470
orang yang tidak berdosa. Beliau dibunuh dengan sangat
terencana. Dan pembunuhan saja rupanya tidak cukup bagi
operasi rahasia yang keji ini. Tangantangan kotor itu juga
mencuri jenazah beliau. Tujuannya sangat jelas: untuk men
ciptakan teror, ketakutan, dan kebingungan. Sebab jika kita
terteror, kita takut, kita bingung, maka kita akan mengalah
pada kekerasan.”
Beberapa saat kemudian, ia menutup pidatonya dengan
mengulang, “Kita tidak boleh mengalah pada kekerasan.”
Orangorang bertepuk dalam suasana khidmat.
Ada sesuatu seperti angin yang mengusap meremangkan
lenganku. Aku memandang para tamu. Mereka bukan hanya
dari desa ini. Lebih dari setengahnya adalah tamutamu isti
mewa yang datang dari Jakarta dan Yogya. Temanteman
Parang Jati dan Suhubudi. Bukan orang sembarangan. Mereka
adalah seniman, intelektual, budayawan, tokoh agama dan
lintas agama yang namanya kerap muncul di media massa.
Aku merasa Penghulu Semar hadir di sini dan menjadi terharu,
bahwa kematiannya diperingati oleh orangorang yang tak
pernah mengenal dia sama sekali semasa ia hidup. Bahkan
tokohtokoh yang jauh sekali dari jangkauannya semasa hidup.
Bayangkan, Franky Sahilatua, Anand Krishna, Goenawan Mo
hamad, Magnis Suseno, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo,
Ibu Gedong Oka, Sindhunata, Ulil Abshar Abdalla, dalang
pesisiran Slamet Gundono, dalang nyeleneh Sujiwo Tejo, akti
vis Yeni Rosa. Jika saja Gus Dur tidak sedang menjadi presiden,
dipercaya bahwa ia bersedia datang.
Parang Jati yang mengusahakan semua ini. Katanya pada
ku, tak akan saya biarkan pembunuhan ini dilupakan orang.
Biarlah Penghulu Semar menjadi simbol korban kekerasan
operasi rahasia. Agar jangan operasi ini berlanjut. Agar jangan
orang terpancing membantai kambing hitam yang lain. Tapi
ia tahu bahwa Penghulu Semar hanyalah satu dari puluhan
korban. Dari sudut pandang ini, skalanya kecil saja. Ia guru
0