Page 469 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 469

petir  seperti  Ki  Ageng  Sela.  Ki  Jaka  Kabur  telah  menjadi
                 penjaga perbukitan ini. Mereka bahkan mulai bersemadi untuk
                 mendapatkan cipratan ilmu dari sosok yang telah moksa.
                     Tapi  Penghulu  Semar?  Pria  sederhana  itu  tak  mungkin
                 moksa laksana guru ilmu gaib. Ia terlalu biasa­biasa saja untuk
                 menjelma penguasa gunung batu. Apalagi sebagai muslim, ia
                 tak percaya moksa.
                     Pengikut Farisi yang penggemar sinetron hidayah memi­
                 liki versinya sendiri. Kabur bin Sasus maupun Penghulu Semar
                 adalah  orang­orang  yang  musyrik.  Bumi  menolak  jenazah
                 mereka. Seperti itulah yang ada dalam televisi. Jasad mereka
                 pun  bergentayangan.  Penghulu  Semar  akan  menampakkan
                 diri  sebagai  pocong.  Kabur  bin  Sasus  sebagai  jerangkong—
                 sebab  mayatnya  dulu  tidak  dibungkus.  Memang  agak  sulit
                 membayangkan  Penghulu  Semar  sebagai  musyrik.  Apalagi
                 yang  mengikat  perjanjian  dengan  setan  sehingga  pantaslah
                 mayatnya ditolak bumi. Sebab lelaki itu begitu bersahaja dan
                 baik hati. Lembut tutur katanya. Ia tak pernah menyakiti hati
                 orang.  Satu  kali  dia  tampak  sangat  marah  hanyalah  ketika
                 Kupukupu Farisi mengacaukan upacara Sajenan.
                     “Tapi siapa tahu saja,” bisik pengagum Farisi, “siapa tahu
                 saja diam­diam ia memang mengikat perjanjian dengan setan.”
                 Buktinya apa tuduhan itu? “Buktinya: Satu, dia tidak melarang
                 Sajenan. Dua, dia membangun mesjid dengan pintu depan ke
                 arah laut Selatan. Tiga, jenazahnya ditolak bumi!”

                     “Segala  peristiwa  yang  menyakitkan  sehubungan  dengan
                 almarhum  hanya  mengindikasikan  adanya  operasi  rahasia
                 yang keji. ”
                     Parang  Jati  berpidato  di  peringatan  empatpuluh  hari
                 wafatnya Penghulu Semar.
                     “Operasi rahasia yang bertujuan menciptakan teror, keta­
                 kutan,  dan  kebingungan.”  Suaranya  bergetar.  “Beliau  adalah
   464   465   466   467   468   469   470   471   472   473   474