Page 476 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 476
Memang acara ini bisa dibaca sebagai unjuk kekuatan.
Sebab memang ada agenda dalam festival ini. Yaitu, menyuara
kan anti kekerasan. Menyuarakan untuk kembali menghormati
dan mengasihi bumi. Dan butuh unjuk kekuatan bersama agar
suara itu bisa terdengar di seluruh nusantara. Wartawan, juga
beberapa kamerawan televisi, tampak di tepitepi panggung.
Kami tahu bahwa Farisi mengirim matamatanya dalam
pakaian preman. Ia tahu dalam festival ini ia kalah bala. Karena
itu ia tidak menampakkan orangorangnya terangterangan.
Sebab ini kali orangorang itu tak akan bisa menakutnakuti.
Tapi ia mengirim suruhan untuk mencatat apa yang bisa ia
serang kembali pada Parang Jati manakala bala tentara asing
itu telah meninggalkan tempat ini dan Parang Jati akan tinggal
dengan sedikit murid inti saja.
Akhirnya, orang Farisi berhasil merumuskan tuduhan
bahwa Parang Jati melakukan pemurtadan dan penyesatan.
Dan bukti eksplisit itu—atau yang mereka anggap sebagai
bukti eksplisit—terdapat dalam rekaman video pertunjukan
sirkus manusia cacat “Saduki Klan dari Sewugunung” yang
ditampilkan juga dalam festival.
Sesungguhnya, sudah sejak awal, sejak pertama kali aku
menontonnya tanpa sengaja, Saduki Klan telah mempunyai
theme song yang menyatakan bahwa mereka tak percaya hidup
setelah mati. Klan Saduki tak percaya hidup setelah mati.
Kalimat ini bahkan diulangulang dalam motif rap sejak dulu.
Tapi rumusan ini kini telah dielaborasi. Ia dipertajam
dengan pernyataan bahwa orangorang Saduki ini tidak per
caya hari kiamat. Orang Saduki tak percaya malaikat ataupun
hari kiamat. Lantas apa yang mereka percaya?
Mereka percaya pada reinkarnasi. Jiwajiwa bisa dilahir
kan kembali dalam proses mencapai kesempurnaan. Mereka
tidak percaya ada neraka abadi. Jiwajiwa yang kotor dengan