Page 478 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 478

yang menjunjung kedamaian dan spiritualitas. Padepokan ini
               juga menunjukkan dirinya sebagai pusat kebatinan Nusantara
               dan Jawa. Tak ada fatwa majelis ulama pula bahwa padepokan
               itu  mengajarkan  aliran  sesat.  Sejauh  ini  Klan  Saduki  belum
               bisa  diidentikkan  dengan  Padepokan  Suhubudi.  Butuh  ope­
               rasi  sistematis  lebih  lama  untuk  mengubah  citra  itu  dalam
               masyarakat.
                   Ia  harus  mengarahkan  serangannya  pada  Parang  Jati.
               Melalui  titik  lemahnya:  murid­murid  sayap  Saduki  itu,  yang
               berwajah buruk bagai setan dan siluman, seperti roh­roh yang
               mereka  sembah  itu,  bala  tentara  Nyi  Rara  Kidul.  Bagusnya,
               pada saat yang sama Farisi juga menjalankan tugas perusahaan
               untuk menghalangi Parang Jati dan murid­muridnya di sayap
               lain:  para  pembela  lingkungan  dan  gerombolan  pemanjat
               bersih.  Sialnya,  beludak  cerdik  itu  masih  berlindung  di  rong
               padepokan. Farisi harus menjeratnya ketika ular itu keluar dari
               liang persembunyian.
                   Ia  berpikir­pikir.  Barangkali  ini  memang  pertarungan
               panjang.
                   Farisi  bukan  orang  bodoh.  Ia  bukan  preman  kampung.
               Ia sama sekali bukan preman. Ia bukan orang jahat. Ia bukan
               tukang pukul. Ia hanya ingin mencicipi kejayaan, yaitu di mana
               ia tampak seperti Panembahan Senapati: dia, pemimpin, yang
               kuat  lagi  yang  benar.  Sesungguhnya  ia  percaya  bahwa  ia  tak
               suka citra kekerasan melekat pada agamanya. Tapi ia berada
               dalam  dilema.  Sebab  ia  percaya  bahwa  ia  memang  harus
               mengambil jalan kekerasan untuk menegakkan kebenaran.
                   Inilah  perbedaan  utama  kakak  beradik  itu.  Bagi  Parang
               Jati, kebenaran harus dipanggul. Bagi Farisi, kebenaran harus
               ditancapkan ke tanah dan ditegakkan. Bagi Parang Jati, hanya
               dengan  memikul  kebenaran  sebagai  misteri,  maka  kebaikan
               bisa tumbuh secara alami dan menampakkan diri. Bagi Farisi,
   473   474   475   476   477   478   479   480   481   482   483