Page 508 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 508

tak berpikir lagi. Aku melompat dari persembunyianku sambil
               meneriakkan entah apa. Badik telah kuacungkan. Kupancung
               siapapun yang berani mendekatiku.
                   Kini sorotan maglite yang nyalang itu diarahkan kepada­
               ku. Sadarlah aku sekarang bahwa mereka ada sekitar sepuluh
               orang.  Dan  aku  berdua  saja  dengan  Parang  Jati  yang  telah
               dihajar  barusan.  Mereka  bisa  dengan  mudah  menuduhku
               sebagai pemuja setan pula dan mendapat pembenaran untuk
               meringkus aku. Tapi, seperti melawan binatang, nyalimu ikut
               menentukan.
                   “Siapa kalian! Mau main hakim sendiri di sini!” Aku telah
               mempelajari suara seorang komandan pasukan khusus.
                   Gertak serakku cukup mereka kenal sebagai milik militer.
               Mereka  terperanjat  sebentar.  Tapi,  mengetahui  bahwa  aku
               seorang  diri,  salah  satunya  balik  menghardik.  Aku  merasa
               bahwa ketika itu mereka akan menyerang aku juga. Dan nasib
               kami bisa saja seperti lelaki dungu malang yang dituduh ninja.
               Berakhir dengan kepala terpisah dari badan. Di depan Marja.
               Tidak. Tidak Boleh terjadi. Aku sungguh tak tahu siapa mereka.
               Apakah  mereka  terorganisir.  Ataukah  mereka  telah  dipantik
               dendam. Tiba­tiba aku ngeri membayangkan massa yang buas.
                   Persis  ketika  itu  terdengar  suara  Marja  menjerit.  Bukan
               jeritan  dianiaya,  melainkan  jeritan  menyampaikan  sesuatu.
               Sesuatu yang penting. Ia menyalakan senternya dan berbicara
               kepada bayang­bayang di hadapan kami.
                   “Dengar! Dengar! Aku sekarang sedang menelepon Kepala
               Desa! Dia mau tahu apa yang terjadi! Dia akan segera mengirim
               polisi ke sini!” Ia mengacungkan handponnya.
                   Suara  femininnya  mau  tak  mau  membuat  kikuk  musuh
               yang  sedang  merasa  perkasa.  Saat  itu  aku  mengerti  betapa
               diplomasi feminin kadang memang bisa mengacaukan perang
               urat  syaraf.  Tapi  lebih  dari  itu,  aku  merasa  Marja  luar  biasa
               cerdik  dan  tangkas.  Ia  sungguh  mengambil  jalan  yang  jitu.
   503   504   505   506   507   508   509   510   511   512   513