Page 513 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 513
dia yang bertanya. Sebab kerangka pikir itulah yang hendak ia
kritik.
Farisi bukan orang bodoh. Ia tahu Allah adalah tuhan
kaum monoteis. Sejenak kemudian ia sadar, bahwa jika Parang
Jati mengaku Hindu atau Buddha, maka ia tak bisa meneruskan
pengadilan terhadap lelaki itu. Dan jika ia menerapkan hu
kuman, maka itu hanya kesewenangwenangan. Ia tak ingin
tampak lalim. Ia ingin Parang Jati menyalahi hukum. Jika
bukan hukum agamanya, maka hukum negaranya.
“Masihkah kamu beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa?”
Demikian adalah rumusan dasar negara. Sila pertama. Ketu
hanan Yang Maha Esa. “Masih kamu beriman kepada Tuhan
yang satu?” Suaranya mulai menghardik.
Parang Jati menjawab dengan perih di mulutnya.
“Tidak dengan bilangan satu yang kamu bayangkan.”
“Apa!”
“Tidak dengan konsep satu yang ada di kepalamu, Kupu.”
Seseorang menghajar kepalanya dari belakang. Sebab
pemimpin mereka bernama Farisi. Bukan Kupu.
Farisi mendesis, mengangkat tangannya dengan anggun,
memberi tanda agar anggota laskarnya berhenti memukul.
Demikian, ia menunjukkan belas kasihnya kepada Parang Jati.
Dan itu membuat ia merasa mulia.
“Maksudmu, seperti yang kamu tulis di koran itu, kita ha
rus menggambarkan Tuhan sebagai yang Maha Nol?” Suaranya
yang melecehkan mengundang tepuk tangan dan soraksorai
dukungan.
Parang Jati tampak letih untuk menjawab. Tapi setelah
sesaat, setelah hura menjadi senyap, ia bersuara juga, meski
suaranya lebih payah sekarang.
“Satu itu terbatas… Bung.” Ia bertahan untuk tidak me
nyebut adiknya dengan nama baru itu: Farisi. “Mana yang lebih
dekat dengan maha besar maha tak terbatas: satu, atau nol?”
03