Page 69 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 69
“Kamu tahu,” ujarnya sedih, “Karang Pengantin sudah
tidak tersisa lagi di Citatah.”
Sekarang suaranya menimbulkan simpatiku. Aku mulai
membayangkan dirinya menjadi besar di daerah ini, meng
akrabi hutan, batu, dan dongengdongengnya. Mata airnya. Ia
berkata bahwa bagi dia Watugunung bersaudara dengan Sang
kuriang, seperti Jawa dan Sunda, sebagai dongeng maupun se
bagai bentang alam. Sampai sepuluh tahun silam, Sangkuriang
dan Dayang Sumbi masih tegak. Sebagai sepasang tiang batu
bernama Karang Pengantin, di perbukitan kapur Citatah, di
tepi danau Bandung purba yang kini telah surut dan menjelma
kota belaka. Pada masa lalu sepasang karang itu tampak be
gitu abadi. Timbul dari tengah danau kepada langit yang tak
berbatas. Tak letih mewahyukan cerita. Tapi para penambang
rakus dan orang desa yang lapar tak lagi peduli cerita. Siapa
hirau akan dongeng.
Dan Watugunung. Orang banyak pun tak tahu lagi kisah
nya, yang memang tak pernah diangkat ke layar perak. Suzanna
pun tak tahu. Penduduk setempat mulai lupa pula akan do
ngengdongeng tambahan yang berhubungan dengan tempat
ini—berkat sinetron televisi. Sekelompok pemanjat tebing yang
datang lebih tak peduli lagi pada legendalegenda kecil itu.
Yang mereka pikirkan hanyalah penaklukan. Kegagahan me
reka sendiri. Bersamaan dengan itu, dinamitdinamit mulai
diledakkan di sanasini. Sementara itu, perbukitan ini tetaplah
Sewugunung bagi Parang Jati, dengan sebuah gunung hitam
Watugunung di antaranya. Di matanya bukitbukit gamping
maupun batu hitam ini adalah kitab yang menakjubkan. Yang
memperlihatkan tatahan kasat mata catatan sejarah pulau
Jawa, dan meruapkan yang tak kasat mata. Yaitu dongeng
dongeng yang dibisikkan ruhruh.
*