Page 106 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 106
bekas, mengantuk dan sama bosannya. Mereka duduk di balik kemudi
truk dan jip dan beberapa yang lain bahkan di ujung mon cong tank.
Mereka menyapanya dengan ramah, setelah menyadari yang lewat
seorang perempuan putih, dan me na warkan diri untuk meng antarkan
sebab tidaklah aman bagi perempuan Belanda untuk ber jalan seorang
diri. Gerilyawan bisa muncul kapan pun, kata mereka.
”Terima kasih,” katanya. ”Aku sedang berburu harta karun dan tak
ingin berbagi.”
Ia menuju arah yang tak mungkin dilupakannya, ke daerah peru-
mah an orang-orang Belanda pemilik perkebunan. Daerah tersebut persis
di pinggir pantai, dengan beranda menghadap jalan kecil yang mem-
bentang sepanjang pesisir, dan beranda belakang menghadapi dua bukit
cadas di kejauhan, di balik kehijauan perkebunan dan daerah pertanian.
Ia sampai di tempat itu dalam satu perjalanan yang tenang, menelusuri
jalan pantai dan yakin tak akan pernah ada ge rilya muncul dari laut.
Segala sesuatunya tampak masih sama. Pagarnya masih dipenuhi bunga
krisan, dan pohon belimbing masih berdiri di samping rumah dengan
ayunan yang tergantung di da hannya yang paling rendah. Pot-pot yang
dideretkan neneknya se panjang beranda juga masih ada, meskipun
semua lidah buaya telah mati kekurangan air dan kuping gajah tum-
buh semrawut, bahkan anggrek di tiang depan menjuntai sampai ke
lantai. Rumput tumbuh tak terkendali menandakan tak seorang pun
memedulikannya. Ia segera menyadari para jongos dan jawara telah
meninggalkan rumah tersebut, bahkan anjing-anjing Borzoi tampaknya
tak lagi tinggal di sana.
Ia mendorong kereta bayi memasuki halaman rumah, dan dibuat
bingung oleh lantai beranda yang bersih. Seseorang membersihkan
debu-debunya, ia segera berpikir. Ketika ia mencoba membuka pin tu,
ter nyata itu tak terkunci. Ia masuk masih sambil mendorong kereta
bayi, meskipun anak-anaknya mulai rewel. Ruang tamu tampak gelap
dan ia menyalakan lampu: listriknya masih berfungsi, dan segera cahaya
memperlihatkan semuanya. Benda-benda itu masih di tempatnya: meja,
kursi, lemari, kecuali gramofon yang dibawa pergi Muin. Ia menemukan
potret dirinya masih tergantung di din ding, seorang gadis lima belas
tahun yang tengah bersiap masuk ke Sekolah Guru Fransiscan.
99
Cantik.indd 99 1/19/12 2:33 PM