Page 15 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 15

mati, untuk memperoleh uang dari kesempatan langka semacam itu,
              se hingga ia tak perlu mengkhawatirkan susu Beruang dan masa depan
              mereka berdua di rumah itu, sejauh ketiga kakak Si Cantik sama sekali
              tak diharapkan akan muncul di sana.
                 Namun dengan cepat kegaduhan itu harus segera berakhir, secepat
              polisi-polisi datang bersama seorang kyai yang melihat semua itu se bagai
              bidah. Ia, kyai itu, bahkan mulai menggerutu dan menyuruh Dewi Ayu
              menghentikan tindakan memalukannya itu, serta memaksa ia untuk
              me nanggalkan kain kafan tersebut.
                 ”Karena kau meminta seorang pelacur membuka pakaiannya,” kata
              Dewi Ayu dengan tatapan mengejek, ”kau harus punya uang untuk
              mem bayarku.”
                 Si kyai segera berlalu, berdoa meminta ampun dan tak pernah da-
              tang lagi.
                 Sekali lagi, hanya si gadis Rosinah yang tak terguncang oleh kegila-
              an Dewi Ayu dalam bentuk apa pun dan tampaknya semakin jelas
              bah wa hanya gadis itulah yang bisa memahami dengan baik perempuan
              itu. Jauh sebelum ia mencoba membunuh bayi di dalam kandungannya,
              Dewi Ayu telah berkata bahwa ia merasa bosan punya anak, dan Rosi-
              nah tahu jika ia mengatakan itu, berarti Dewi Ayu bunting dan segera
              punya anak. Dan memang begitulah. Seandainya Dewi Ayu mengatakan
              hal itu pada perempuan-perempuan tetangga, yang kegemaran berdesas-
              desusnya mengalahkan kebiasaan anjing-anjing melolong, mereka akan
              mencibir dalam senyum penuh ejekan dan berkata itu semua omong
              kosong. Berhentilah jadi pe lacur maka kau tak akan pernah bunting,
              kata mereka. Ini hanya di antara kita: katakan hal itu pada pelacur
              lain tapi tidak pada Dewi Ayu. Ia tak pernah menganggap ketiga (kini
              em pat) anaknya sebagai kutukan pelacuran. Jika mereka tak berayah,
              katanya, itu karena mereka sungguh-sungguh tak berayah, bukan karena
              ayahnya tak dikenal dan apalagi bukan karena ia tak pernah pergi ke
              de pan penghulu bersama seorang laki-laki. Ia bahkan lebih percaya
              mereka sebagai anak-anak setan.
                 ”Sebab setan tak kurang iseng daripada dewa dan Tuhan,” katanya.
              ”Seperti Maria melahirkan anak Tuhan dan kedua istri Pandu melahir-
              kan anak-anak dewa, rahimku jadi tempat setan membuang anak-anak
              mereka dan aku melahirkan anak-anak setan. Aku bosan, Rosinah.”

                                           8





        Cantik.indd   8                                                    1/19/12   2:33 PM
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20