Page 18 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 18

berkata, betapa cengengnya kau, membuat semua orang berharap me-
                 mukulmu. Ia mengusir si cengeng itu untuk memberitahu orang-orang
                 bahwa Dewi Ayu telah mati. Tak perlu kain kafan sebab ia telah mem-
                 belinya dua belas hari yang lalu; tak perlu memandikannya, sebab ia te-
                 lah mandi sendiri; ia bahkan telah mengawetkan tubuhnya sendiri. ”Jika
                 bisa,” kata Rosinah dengan isyarat pada seorang imam masjid terdekat,
                 ”ia berencana menyembahyangkan dirinya sendiri.” Sang imam masjid
                 memandang gadis bisu itu dengan kebencian, dan berkata bahwa ia tak
                 sudi salat bagi sebongkah mayat pelacur dan apalagi menguburkannya.
                 ”Sejak ia mati,” kata Rosinah (masih dengan isyarat), ”ia bukan lagi
                 se orang pelacur.”
                    Kyai Jahro, imam masjid itu, akhirnya menyerah dan memimpin
                 upa cara pemakaman Dewi Ayu.
                    Sampai kematiannya yang tak diyakini banyak orang akan datang
                 secepat itu, ia sungguh-sungguh tak pernah melihat si bayi. Orang-orang
                 berkata bahwa ia sangat beruntung, sebab ibu mana pun akan sedih tak
                 terkira melihat bayinya lahir demikian buruk rupa. Kematiannya tak
                 akan tenang, dan akan menjadi pengacau kecil di alam kubur. Hanya
                 Rosinah yang tak yakin bahwa Dewi Ayu akan bersedih melihat bayi
                 itu, sebab ia tahu yang dibenci perempuan itu adalah bayi perempuan
                 yang cantik. Ia akan sangat berbahagia se andainya tahu betapa buruk
                 rupa si bungsu itu, betapa berbeda dengan ketiga kakaknya; tapi ia tak
                 tahu. Hanya karena si gadis bisu nyaris selalu patuh pada majikannya,
                 maka selama sisa hari-hari men jelang kematiannya, ia pun tak memak-
                 sa  kan diri untuk memperlihatkan si kecil kepada ibunya. Padahal jika ia
                 tahu seperti apa tampang si bayi, Dewi Ayu mungkin menunda waktu
                 ke ma tiannya, paling tidak beberapa tahun ke depan.
                    ”Omong kosong, kematian itu urusan Tuhan,” kata Kyai Jahro.
                    ”Ia ingin mati sejak dua belas hari lalu dan ia mati,” gerak tangan
                 Rosinah berkata, mewarisi kekeraskepalaan majikannya.
                    Atas wasiat si orang mati, Rosinah kini menjadi wali bagi si bayi
                 ma  lang. Ia pulalah yang kemudian menyibukkan diri dalam satu usa ha
                 sia-sia mengirim telegram ke tiga anak Dewi Ayu bahwa ibu mereka
                 mati, dikubur di pemakaman umum Budi Dharma. Tak satu pun di antara
                 mereka datang, dan upacara pemakaman dilakukan esok paginya dengan

                                              11





        Cantik.indd   11                                                   1/19/12   2:33 PM
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23